Sunday, March 01, 2009

MERAIH MANFAAT DARI MENULIS

Submitted by team e-penulis on Rab, 19/03/2008 - 2:24pm.
Ditulis oleh: Puji Arya Yanti

Seperti yang telah diketahui, menulis memang memiliki banyak manfaat. Dalam artikel edisi ini disebutkan manfaat-manfaat menulis, yaitu dapat menyelamatkan hidup, menyehatkan, salah satu langkah menuju ke keabadian, menata dan meningkatkan kemampuan berpikir, menyebarkan berkat rohani, dan mendapatkan berkat jasmani.
Apakah setiap orang yang menulis dapat meraih setiap manfaat di atas? Belum tentu, bisa saja seseorang yang ingin dan sudah terjun di dalam dunia tulis-menulis tidak dapat meraihnya. Salah satunya penyebabnya adalah karena kurang kuatnya motivasi untuk menulis. Karena itu, berikut cara-cara yang dapat menolong Anda untuk mewujudkan diri sebagai penulis dan meraih manfaat dari menulis.

1. Tentukan terlebih dahulu motivasi dan tujuan menulis Anda.
Sebelum memulai, tanyakan pada diri sendiri motivasi dan tujuan Anda menulis. Dengan itu Anda dapat tertolong untuk siap menghadapi tantangan dan hambatan dalam dunia tulis-menulis yang pasti akan menghadang Anda.
2. Mulailah menulis sekarang juga.
Jika telah menetapkan motivasi dan tujuan menulis, jangan ditunda lagi. Segeralah menulis! Jangan tunggu sampai besok untuk menulis. Saat ini saat yang tepat bagi Anda untuk menulis. Ide ada di mana saja, segera tangkap dan wujudkan dalam tulisan.
3. Jika gagal, cobalah lagi.
Menulis memang tidak mudah. Sekali menulis belum tentu hasilnya seperti yang diharapkan. Namun, itu bukanlah penghalang untuk terus menulis. Jika gagal, cobalah lagi. Untuk menghasilkan tulisan yang baik dan bermanfaat, prosesnya memang tidak sekali jadi. Diperlukan ketekunan untuk terus memperbaiki tulisan tersebut.
Menjadi penulis memang memerlukan proses. Jangan putus asa dan merasa bahwa Anda tidak memunyai bakat. Dalam menulis, hanya dua puluh persen bakat yang diperlukan dan sisanya adalah praktik menulis itu sendiri.
4. Menulislah setiap hari.
Praktik menulis yang rutin akan menolong mewujudkan impian Anda menjadi seorang penulis. Seperti halnya kebutuhan makan, jadikan menulis sebagai kegiatan dan kebutuhan Anda setiap harinya. Tidak harus menyita banyak waktu. Sisipkan saja setiap harinya jadwal untuk menulis di agenda Anda. Disiplin waktu ini akan melatih Anda dalam proses belajar menulis. Selain itu, perkaya wawasan Anda dengan membaca dan meneliti karena akan bermanfaat dalam menunjang kegiatan menulis itu sendiri.
5. Teriakkan pendapat Anda lewat tulisan.
Jangan ragu untuk menulis. Berpikirlah kritis. Tulislah semua pendapat Anda sendiri. Teriakkan semua kebenaran yang seharusnya ditulis. Hal ini akan membantu Anda menjadi penulis yang tidak hanya membeo orang lain, tapi mampu menyampaikan pendapat dan pemikiran pribadi.
6. Masukkan prinsip Alkitab ke dalam tulisan Anda.
Jika Anda seorang Kristen dan ingin terjun dalam dunia tulis-menulis, memasukkan prinsip Alkitab menjadi standar yang harus Anda pegang. Anda tidak perlu selalu mencantumkan ayat-ayat Alkitab jika hal itu akan membatasi ruang gerak Anda di dunia literatur umum. Garami dunia dengan tulisan Anda yang bertolok ukur pada kebenaran Alkitab.
7. Manfaatkan media yang ada.
Seorang penulis tentu tidak ingin jika tulisannya hanya menjadi konsumsi bagi dirinya sendiri. Karena itu, gunakan setiap media yang ada saat ini. Anda dapat mengirim hasil tulisan Anda ke media-media yang menerima kiriman tulisan, misalnya di surat kabar, majalah, buletin, bahkan warta gereja. Tulisan Anda yang dimuat dapat menjadi berkat bagi orang yang membacanya, bahkan Anda juga bisa memeroleh berkat jasmani dari pemuatan karya Anda tersebut.

Selain itu, Anda dapat menggunakan media internet yang saat ini sedang marak. Situs, milis, maupun blog yang menerima kiriman tulisan, dapat Anda manfaatkan untuk menyebarkan tulisan Anda. Nantinya, tulisan Anda dapat dinikmati oleh orang di seluruh dunia, sehingga kesempatan untuk menjadi berkat bagi lebih banyak orang sangat terbuka di sini.

Tentunya Anda juga ingin mendapatkan manfaat dari menulis, bukan? Kiranya tulisan ini dapat membantu Anda untuk meraih manfaat itu, bukan bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Di atas semuanya itu, biarlah setiap kata yang kita torehkan, semakin memuliakan Tuhan.

MENYUNTING DAN MENULIS ULANG

Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:34am.
Pengarang : Dewitt H. Scott

Penulis yang baik harus selalu dan selalu menyunting tulisannya serta memperhatikan alur dan ritme tulisan mereka. Dan mereka juga harus mengetahui apa makna dari tiap kata yang mereka pakai.

Anda menyunting tulisan dengan tujuan untuk menyingkat, mempertajam, menyederhanakan dan menjelaskan, untuk meningkatkan urutan dan logika pikiran, dan untuk menguji semuanya dari sudut pandang seorang pembaca. Saat Anda mengedit, tanyakan pada diri sendiri pertanyaan berikut:

1. Sudahkah saya memakai kata kerja dalam kalimat aktif?
2. Sudahkah saya menempatkan subyek saya di dekat kata kerja?
3. Sudahkah saya memilih kata-kata yang benar-benar menerjemahkan maksud saya dengan tepat?
4. Sudahkah saya menghindari kalimat yang panjang dan sulit dipahami?
5. Sudahkah saya menghapus kata-kata yang tak perlu, terutama kalimat bercabang?
6. Sudahkah saya menghindari perpindahan nada kalimat yang menyentak -- dari gaya percakapan ke khotbah, dari santai ke formal?

Satu trik untuk penyuntingan adalah dengan memikirkan kembali apa yang telah Anda tulis sehingga keesokan harinya Anda dapat 'merevisinya' dengan pikiran yang segar. Apa yang Anda banggakan hari ini mungkin akan memalukan Anda keesokan harinya. Samuel Johnson memahami trik tersebut. "Baca kembali tulisanmu," katanya, "dan ketika mendapati satu bagian yang menurutmu bagus, kembangkan bagian itu!"
Penulis Kurt Vonnegut juga mengatakan hal serupa: Miliki keberanian untuk menghapus. "Kefasihan bicara Anda harus dapat menjadi pelayan pikiran di kepala Anda," katanya. "Anda dapat memiliki patokan: Jika sebuah kalimat, tak peduli seberapa bagusnya, ternyata tak dapat menerangkan subyek Anda dengan cara yang baru dan bermanfaat, hapus saja!"

Saat Anda merasa bahwa Anda telah selesai melakukan proses penyuntingan, periksa kembali file tulisan itu ke mesin pengecek tata bahasa sekali lagi, meski Anda mungkin sudah pernah melakukannya. Jangan langsung mengabaikan semua anjuran yang muncul. Tetap perhatikan peringatan seperti "kalimat pasif" atau "kalimat panjang" sebagai kesempatan untuk melakukan penyuntingan secara kasar. Apakah ada alternatif cara lain untuk menuliskan topik Anda? Saat menyunting tulisan, ujilah semuanya dari sudut pandang pembaca, pastikan tak ada yang terlewat, periksa keakuratannya dan cobalah untuk mempersingkat, mempertajam, mengembangkan dan menyederhanakan tulisan tersebut.

Tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah susunannya sudah teratur? Apakah pembaca dapat mengetahui mana awal, pertengahan dan akhir tulisan saya? Apakah saya telah memberikan pembaca sebuah alur yang jelas dan mudah dimengerti? Apakah semua sudah terdengar logis?
2. Apakah sudah jelas? Apakah tulisan saya sudah tidak lagi terlalu abstrak atau lebih membumi?
3. Bagaimana nada kalimat saya? Dalam membuat percakapan, apakah saya terlalu 'cerewet' atau terlalu 'basa-basi'? terlalu resmi? kasar? terlalu lembut?
4. Apakah usaha saya untuk menyisipkan humor berhasil? Jika memang mendukung, permainan kata atau sebuah kisah lucu mungkin akan bisa cocok dan bagus dipakai. Namun jika Anda sendiri masih ragu, lupakan sa8ja! Humor yang gagal akan menghasilkan kegagalan.

Selera humor akan membantu -- baik untuk tulisan Anda atau opini mengenai diri Anda. Nat Schmulowitz adalah seorang yang sederhana, yang juga seorang pengacara, sejarawan, dan penulis. Dia mengatakan bahwa humor bisa lebih menarik daripada sejarah, dan untuk menjelaskan lebih lanjut pernyataannya tersebut, ia menulis:
"Orang sombong, orang picik atau orang yang sedang marah tidak dapat menertawakan dirinya sendiri, atau ditertawai. Namun seseorang yang dapat menertawakan dirinya sendiri, atau ditertawai, telah selangkah lebih maju ke kewarasan yang sempurna yang membawa kedamaian di bumi dan perbuatan yang baik kepada sesama."

Demikianlah. Kerja keras Anda telah selesai. Namun masih ada satu langkah lagi. Perlihatkan tulisan Anda pada beberapa orang yang Anda hormati dan lihat seperti apa Anda kelihatannya. Selanjutnya tulis kembali.

Bahan diterjemahkan oleh Ary dari:
Buku : Secrets of Succesful Writing
Judul Artikel : Rewriting and Editing
Pengarang : Dewitt H. Scott
Penerbit : Reference Software International, USA, 1989
Halaman : 129 – 131

MENULIS ESAI SINGKAT

Submitted by team e-penulis on Sen, 17/07/2006 - 11:05am.
Penulis : Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati

Praktik menulis berikut ini bertujuan menanamkan secara lebih mendalam cita rasa tata susunan (a sense of structure) dalam menulis karangan. Cita rasa ini membangun kepercayaan diri dalam menghadapi tugas atau pekerjaan menulis karangan apa pun. Dengan cita rasa ini, kita percaya akan dapat memberikan tatanan kepada gagasan-gagasan kita. Pada umumnya, orang suka dan ingin dapat mengarang untuk mengungkapkan dan menyampaikan gagasannya kepada orang lain supaya dipahami.

Kalau mengarang sering dirasakan sebagai momok, mungkin dikarenakan belum tertanam dalam diri kita sense of structure itu. Kita berlatih membangun cita rasa ini dengan mengandaikan kita telah mengadakan penelitian, telah mengumpulkan data dengan metode pengamatan, wawancara, partisipasi, studi pustaka atau metode yang lain, telah melihat bermacam-macam hubungan antara data itu (hubungan sebab akibat, hubungan syarat, hubungan cara, hubungan tujuan, hubungan keanggotaan, hubungan jenis, hubungan contoh, hubungan detail, dan hubungan unsur), dan telah mengonsepsikan kerja atau kegiatan mengarang menurut dasar-dasar mengarang. Ada delapan langkah dalam praktik menulis esai singkat, yaitu sebagai berikut.

Pertama, tuliskanlah (rumuskanlah) sebuah pernyataan gagasan pokok, berupa satu kalimat lengkap. Gagasan pokok merupakan pandangan atau pendirian Anda tentang topik yang Anda pilih. Bila Anda mengarang sebuah esai, pembicaraan Anda hendaknya terarah kepada gagasan pokok itu. Tujuan mengarang ialah membeberkan gagasan pokok Anda tentang suatu hal.

Kedua, untuk mengarang esai yang Anda rencanakan itu, pikirkan dan rumuskanlah pikiran-pikiran utama yang mendukung dan membeberkan gagasan pokok Anda itu.
Ketiga, untuk mengembangkan dan menjelaskan tiap pikiran utama itu, temukanlah dan tuliskanlah evidensi-evidensi atau fakta-fakta penguatnya.

Keempat, sekarang cobalah membangun sebuah paragraf dengan pikiran utama dan pikiran-pikiran pengembangnya. Sebelumnya, hendaknya ditentukan modelnya: model P-D-K (Pendirian-Dukungan-Kesimpulan), model P-S-P (Pendapat-Sanggahan-Pendirian), atau model Inversi (model yang menempatkan gagasan pokok karangan di bagian akhir). Selain itu, hendaknya diterapkan dan diurutkan unsur-unsur atau komponen-komponen yang telah ditentukan takarannya. Unsur-unsur pembangun paragraf adalah pembuka, pikiran utama, pikiran pendukung, pikiran penjelas, peralihan, dan kesimpulan. (Pikiran pengembang di sini dibedakan menjadi pikiran pendukung dan pikiran penjelas.) Sementara yang dimaksud dengan "takaran" ialah berapa jumlah pikiran pendukung dalam paragraf.

Kelima, bila tiap-tiap pikiran utama Anda sudah lengkap dengan pikiran-pikiran pengembangnya, bangunlah paragraf-paragraf berikutnya dengan berpola P-D-K atau pola yang lain. Namun, ingatlah selalu gagasan pokok yang hendak Anda tuju lewat esai ini.
Keenam, setelah paragraf-paragraf tubuh esai itu selesai dibangun, susunlah paragraf kesimpulannya.

Ketujuh, setelah Anda membangun paragraf-paragraf tubuh esai dan menyusun paragraf kesimpulannya, sekarang pikirkanlah sebuah paragraf pengantar untuk memperkenalkan topik atau masalah dan untuk menarik minat pembaca. Mungkin cerita kecil atau lukisan singkat atau kutipan akan berguna untuk tujuan itu. Dalam paragraf pengantar esai dengan model P-D-K atau P-S-P, dinyatakan juga gagasan pokok esai. Dalam paragraf pengantar esai dengan model Inversi, paragraf pengantar hanya membeberkan (menceritakan atau melukiskan) sedikit pembukanya saja.

Kedelapan, setelah memiliki paragraf-paragraf tubuh esai, paragraf kesimpulan, dan paragraf pengantar, sekarang revisilah draf-draf itu dengan menambah atau mengurangi isinya, dengan cara mengubah atau membetulkan pemakaian/pemilihan kata, frase, dan kalimat. Kemudian, tulislah kembali esai Anda, dengan urutan paragraf pengantar, paragraf-paragraf tubuh esai, dan paragraf kesimpulan.

Bahan dirangkum dan diedit dari:
Buku : Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah
Judul Artikel : Menulis Esai Singkat
Penulis : Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
Penerbit : Grasindo Jakarta, 1997
Halaman : 56-70

MENULIS DI INTERNET

Submitted by team e-penulis on Sen, 26/03/2007 - 10:21am.
Oleh: Harry Suryadi

Menulis untuk media internet berbeda dengan menulis untuk media cetak. Perilaku pengguna internet saat menjelajah web sangat memengaruhi cara penulis menyajikan isi (content) untuk media internet. Penelitian perilaku pembaca situs berita di internet yang dilakukan oleh para ahli dari Stanford University dan The Poynter Institute, yang hasilnya tidak jauh berbeda dari penelitian serupa yang dilakukan oleh Jakob Nielsen, menyimpulkan bahwa perilaku pembaca media internet -- atau pengguna internet-- adalah seperti berikut ini.

• Pertama kali melihat teks (78%), bukan foto atau grafik. Atau secara umum, pengguna internet pertama kali tertarik pada judul, ringkasan tulisan, atau caption.
• Tidak membaca kata per kata, tetapi lebih banyak memindai (scan) (79%, hanya 16% yang membaca kata per kata) tampilan situs terutama kata-kata yang di-highlight, jenis huruf berbeda, penyajian dengan butir-butir (seperti tulisan ini).
• Lebih menyukai judul yang tepat pada sasaran (straightforward) dibandingkan judul yang lucu atau cantik.
• Membaca ringkasan atau tulisan yang pendek bukan yang panjang karena membaca di komputer 25% lebih lambat dibandingkan membaca media cetak.
• Tidak berlama-lama di satu situs. Pengguna internet tidak sabaran. Pengguna internet memiliki wewenang penuh untuk pindah atau tetap di satu situs. Kunjungan selama sepuluh menit sudah termasuk lama. Itulah sejumlah pedoman ketika ingin menulis untuk media internet (disarikan dari artikel karangan Jacob Nielsen -- "1, 2, 3, 4" -- dan bukunya yang berjudul Design Web Usability, artikel Wendy Boulding, dan artikel lainnya).
• Buatlah judul yang sederhana (simple) dan tepat sasaran (straightforward). Ingatlah bahwa judul itu seperti tanda lalu lintas yang akan mengarahkan pengunjung.
• Jangan menggunakan kalimat-kalimat pemasaran (marketing) yang kosong dan tidak diinginkan pembaca.
• Buat tulisan yang membantu pembaca agar dapat memindai (scannable), misalnya dengan subjudul, highlight kata-kata penting dengan warna yang berbeda, cetak tebal, jenis huruf, ukuran huruf, hypertext/hyperlink.
• Sebaiknya, tulisan pendek tapi ringkas. Paling tidak jumlah kata tulisan media tersambung (online) paling banyak 50% dari tulisan umumnya di media cetak. Satu alinea idealnya hanya terdiri dari 65 karakter.
• Jika perlu uraian yang panjang, harus dipecah-pecah menjadi beberapa judul tulisan, yang tersambung melalui multiple hyperlink. Selain itu, pembaca tidak suka tulisan yang panjang dan harus men-scroll jauh ke bawah.
• Tulisan dengan gaya news you can use membantu pembaca mencari informasi yang mereka inginkan dengan lebih cepat.
• Gunakan tabel atau poin/angka urut ke bawah (seperti contoh tulisan ini). Pembaca lebih mudah dan lebih nyaman membaca uraian berurut ke bawah daripada membaca alinea yang panjang.
• Sebisa mungkin menerapkan prinsip piramida terbalik -- yang penting di atas, uraian selanjutnya. Cara penulisan piramida terbalik membantu pembaca mendapatkan informasi yang penting segera tanpa harus membaca sampai selesai.

Dan akhirnya menulis -- di media mana pun -- tetap saja menulis, jadi tetap pulalah berpegang pada pedoman penulisan standar.

Bahan diedit seperlunya dari:
Nama situs: ceritanet: situs nir-laba untuk karya tulis, Edisi 2, Senin 15 Januari 2001
Alamat URL: http://www.ceritanet.com/2inter.htm
Artikel di atas hadir dalam e-Penulis Edisi 027/Januari/2007.

MENULIS DENGAN KEKUARANGAN

Menulis dengan Kekurangan
Submitted by Indonesia-saram on Kam, 24/08/2006 - 9:54pm.
Penulis: Franco Lingua

Pernahkah Anda merasa penasaran dengan apa atau siapa yang dimaksud oleh penulis ketika membaca sebuah karya fiksi? Pernah pulakah Anda merasa geregetan karena akhir cerita yang terasa menggantung sehingga membuat Anda menebak-nebak bagaimana akhir yang sesungguhnya?

Memang, ada kecenderungan karya fiksi yang ditulis demikian. Sejumlah penulis mungkin senang membuat pembacanya bingung dengan akhir cerita sehingga memaksa pembaca untuk menebak atau menduga sendiri bagaimana akhir ceritanya. Tidak cukup membuat pembaca bingung atau penasaran, tak jarang di sepanjang jalan cerita yang tersaji pembaca pun dibuat pusing bukan kepalang.

Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh para penulis itu tak lain ialah menulis dengan kekurangan. Menulis dengan kekurangan ini bukan berarti menulis tanpa menyertakan fakta-fakta tambahan yang menjadi perangkat penting dalam sebuah cerita. Menulis dengan kekurangan juga bukan berarti tulisan itu benar-benar kurang dalam banyak hal. Sebaliknya, menulis dengan kekurangan malahan menghasilkan sebuah tulisan yang sebenarnya lengkap.

Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan menulis dengan kekurangan itu?
Menulis dengan kekurangan berarti memanfaatkan sejumlah peranti kebahasaan semisal referensi (pengacuan) dan elipsis (pelesapan). Biasanya, pembaca akan diperhadapkan kepada suatu referensi yang acuannya ternyata tidak dekat dengan konteks yang sedang dikemukakan di bagian yang sedang disinggung. Sebaliknya, pengacuan dilakukan jauh ke depan, ke bagian yang sebenarnya belum dijamah oleh pembaca. Sementara peranti elipsis atau pelesapan justru dilakukan untuk membuat pembaca menebak siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa.

Model-model tulisan yang demikian, di satu sisi, memang menarik. Dengan kebingungan di sepanjang jalan cerita yang disajikan, tak jarang sebagai pembaca kita justru terdorong untuk terus mengikutinya. Dan memang itulah salah satu strategi yang dapat menyedot pembaca untuk terus dan terus dan terus membaca.

Dengan demikian, apakah itu berarti bahwa sebuah tulisan yang ditulis dengan kekurangan ini harus melulu cerita detektif? Ternyata tidak. Cerita-cerita rekaan jenis lain juga bisa disajikan dengan teknik menulis dengan kekurangan ini.
Tentunya, penulis harus benar-benar jeli dalam menulis. Jangan sampai ia sendiri lupa meletakkan referennya. Bila hal ini terjadi, tentunya tulisan tersebut benar-benar ditulis dengan kekurangan. Artinya, tulisan tersebut benar-benar tidak lengkap. Sedangkan yang diinginkan bukanlah tulisan yang tidak lengkap, namun tulisan yang seolah-olah tidak lengkap.

Dengan demikian, harus dibedakan tulisan yang ditulis dengan kekurangan dan tulisan yang ditulis dengan tidak lengkap. Keduanya hampir sama, tapi jauh berbeda. Yang satu seolah-olah ditulis tidak secara lengkap, sementara yang lain memang tidak ditulis secara lengkap. Yang satu merupakan kesengajaan penulis, sedang yang lain lebih dikarenakan ketidaksengajaan.

Nah, sudahkah Anda siap untuk mencoba menulis dengan kekurangan?

MENCARI PELUANG MENULIS

Bagaimana Mencari Kesempatan Menulis?
Submitted by team e-penulis on Jum, 18/04/2008 - 8:55am.
Ditulis oleh: Richard Schneider
Saya sedang menulis buku, tetapi saya menemui kesulitan pada bagian akhir. Sulit untuk menyelesaikan puncaknya. Jika telepon tidak berdering atau sekiranya rumput tidak perlu dipangkas, saya sudah mencampakkan mesin ketik dan mulai tenggelam dalam muram durja, saya mengharapkan telepon berdering agar saya dapat melepaskan diri dari tugas akhir yang membosankan ini.
Akhirnya, saya mencium istri dan anak saya sambil mengucapkan selamat tinggal, mesin tik kumasukkan ke dalam bagasi mobil dan segera bergegas menuju Pennsylvania. Di sana ada sebuah pondok dari kayu, suasana sekeliling sepi. Di sanalah saya membenamkan diri selama dua hari dan bebas dari gangguan untuk menyelesaikan naskah yang belum selesai. Karena suasana hati yang tenang, saya yakin bahwa suatu ketika naskah itu akan selesai.
WAKTU ITULAH KUNCINYA
Tentu saja cara untuk menyelesaikan buku bukanlah selalu dengan cara seperti itu.
Setelah bertahun-tahun lamanya menulis buku di bawah berbagai ragam situasi, saya dapat memberikan beberapa hal yang tampaknya menolong saya selama ini.
Pertama-tama saya meminta pertolongan Tuhan agar membantu saya mengerjakan naskah dengan menggunakan mesin tik (komputer, red.). Saya percaya Tuhan dapat membantu saya.
Setiap hari, tetapkanlah waktu yang dapat Anda gunakan secara teratur untuk menulis dan tetaplah berpegang teguh atasnya. Mungkin waktu yang dapat Anda gunakan ialah pada petang hari ketika anggota keluarga menonton TV, tiga jam pada petang hari itu, atau pada waktu subuh ketika mereka belum bangun. Jangan tunggu sampai inspirasi datang. Saya sudah pernah menanti inspirasi dan menyediakan kertas kosong, saya lakukan itu berjam-jam lamanya untuk memulai sebuah cerita, usaha itu tidak berhasil.
Cara terbaik ialah menulis saat ada buah pikiran muncul. Sekali Anda telah membiasakan pikiran bergerak, maka Anda telah mengatasi kelesuan dan kelambanan berpikir, kemampuan Anda sudah terbentuk dan terwujud.
Kapan waktu yang terbaik untuk menulis? Pagi-pagi sekalikah? Pada waktu larut malam ketika semua sanak keluarga sudah tidur nyenyak? Setiap orang memunyai variasi yang beragam. Tetapi apabila Anda sudah menemukan saat yang tepat bagi Anda, gunakanlah kesempatan itu dan tetaplah melatih diri supaya tetap setia dengan waktu itu.
Yang amat penting ialah menentukan tujuan penulisan. Dorongan yang terbesar dalam penulisan ialah target yang hendak dicapai. Tiga halaman setiap hari? Sebuah artikel diselesaikan dalam tiga hari? Dan berjuanglah untuk mencapainya. Kalau Anda sudah memunyai tujuan, setan selalu membisikkan akal bulus kepada Anda, "Ah, tenang-tenang sajalah, toh Anda memunyai waktu cukup banyak."
Jangan ikuti bisikan yang demikian. Jika Anda merasa orang lain perlu membaca apa yang hendak Anda sampaikan dan mungkin menyentuh hati mereka, janganlah ditunda.
Sekadar contoh, apabila saya menulis sebuah buku, isi buku saya bagi dalam lima belas bab. Saya menetapkan waktu bagi setiap bab. Dua minggu satu bab? Baiklah, jadi waktu yang saya perlukan tiga puluh minggu. Lalu ada beberapa yang dapat saya selesaikan dalam satu minggu, tetapi untuk bab yang sulit mungkin diperlukan lebih banyak waktu dan itulah yang saya gunakan untuk bab yang sulit itu. Untuk menyelesaikan naskah Anda, buatlah jadwal tambahan beberapa minggu itu sebagai selingan untuk mengadakan perjalanan misalnya, atau menerima tamu yang tidak terduga, atau peristiwa-peristiwa penting lainnya.
Yang jelas Anda memunyai "deadline" atau batas waktu. Umumnya para penulis mengerjakan tugasnya yang terbaik pada saat dia harus menghadapi hal itu saja.
Ketika Anda mengerjakan tulisan itu, janganlah terlalu banyak merisaukan perasaan-perasaan Anda sendiri, yang memengaruhi diri Anda. Salah satu dari antara tulisan saya yang terbaik, saya tulis ketika saya merasa miskin bahan. Pada kesempatan lain, ketika bahan cerita atau prosa sedang mengalir dengan deras dan saya merasa seperti Hemingway, justru kisahnya menjadi acak-acakan. Jika Anda merasa bahwa Anda berjuang menempuh jurang yang dalam, bekerja keraslah dan pandang ke depan, lakukan yang terbaik yang dapat Anda lakukan. "Apa saja yang dapat Anda lakukan, lakukanlah dengan segenap hati."
Mari kita hadapi. Masing-masing kita memunyai waktu untuk menulis, yang dapat kita sisipkan di antara jam kerja, tetap dengan tanggung jawab pribadi yang diberikan kepada kita. Dan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karena pekerjaan yang kita gumuli setiap hari justru memerkaya warna dan latar belakang karya kita, umumnya yang ada kaitannya dengan pembaca karya kita sendiri.
Berusaha dan berdoalah agar Anda memunyai waktu yang cukup banyak, yah, begitulah yang seharusnya. Tetapi bilamana ada interupsi, janganlah menangisinya. Mungkin justru itulah pelajaran yang bagus bagi Anda untuk menghadapi masalah yang lain.
Bagaimana Mencari Peluang Menulis yang Ada
Submitted by team e-penulis on Jum, 18/04/2008 - 9:08am.
Pengantar
Apakah Anda suka menulis? Pernahkah Anda berpikir untuk menulis bagi orang lain atau perusahaan? Ada banyak peluang untuk menulis jika Anda berpikir seperti itu. Berikut adalah beberapa tips untuk membantu Anda menemukan peluang itu.
Langkah Pertama
Apa yang ingin Anda tulis; artikel, makalah, jurnal, atau buku? Tergantung dari apa yang ingin Anda tulis, Anda dapat menemukan banyak peluang di banyak tempat yang berbeda.
Langkah Kedua
Membuat blog. Anda dapat membuat blog di internet dengan gratis. Gunakan mesin pencari untuk mencari situs-situs blog yang tersedia di dunia maya. Saat Anda sudah membuat blog, Anda dapat mencari blog-blog milik orang lain. Banyak blogger yang menulis untuk bersenang-senang, dan juga karena alasan profesional, menyediakan tautan yang berisi informasi peluang menulis.
Langkah Ketiga
Bergabung dengan grup. Banyak situs memiliki grup dan klub penulis, tidak peduli jenis penulis seperti apa Anda. Grup dan klub seperti itu adalah tempat yang sangat baik untuk menemukan peluang menulis. Wadah seperti itu juga memungkinkan Anda untuk berinteraksi dengan penulis-penulis lain seperti Anda.
Langkah Keempat
Carilah dengan rutin. Gunakan mesin pencari untuk mencari peluang menulis. Anda harus berhati-hati saat melakukannya karena ada banyak jebakan di dunia maya yang harus Anda hindari. Anda akan tahu apakah peluang menulis itu resmi dan bisa dipercaya atau tidak, terutama saat Anda tidak perlu merogoh kocek untuk mencoba peluang menulis yang Anda temukan. (t/Dian)
Diterjemahkan dari:

Bagaimana Menulis Artikel di Media Massa
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:42am.
Penulis : Hadynur
Ada banyak ragam pengertian artikel. Menurut Sharon Scull (1987) artikel didefinisikan sebagai bentuk karangan yang berisi analisis suatu fenomena alam atau sosial dengan maksud untuk menjelaskan siapa, apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa fenomena alam atau sosial tersebut terjadi. Suatu artikel kadang-kadang menawarkan suatu alternatif bagi pemecahan suatu masalah.
Pada saat ini, menulis artikel di media cetak (dan elektronik) sudah menjadi kegiatan yang terhormat dikalangan intelektual. Identitas dan otoritas seorang intelektual akan terangkat jika ia dikenal sebagai seorang penulis artikel. Dengan menulis artikel dimedia cetak, seseorang akan dikukuhkan sebagai warga intelektual.
Namun demikian, bukan berati "kaum non intelektual" tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menulis artikel di media massa. Belakangan ini, sudah banyak para praktisi, profesional di bidang tertentu dan penulis lepas (freelance) yang melakukan hal sama. Ini tentu fenomena yang menggembirakan, meskipun secara kuantitas juKmlah mereka tidak begitu banyak.
KENALI MEDIA
Isi sebuah media, sekurang-kurangnya terdiri atas dua hal pokok. Pertama Fakta dan kedua Opini. Fakta disajikan dalam bentuk berita (meskipun ada banyak media massa yang beritanya ditulis dengan unsur subjecktivitas tinggi), sedangkan opini diwujudkan dalam bentuk karikatur, tajuk, surat pembaca, kolom, surat pembaca dan artikel. Biasanya, surat pembaca dan artikel memang ditulis oleh penulis luar dalam hal ini adalah pembaca dan masyarakat luas. Rubrik ini ditujukan sebagai sarana membangun komunikasi dua arah antara redaksi dengan pembacanya. Di beberapa media tertentu, pengaruh surat pembaca sangat siginifikan. Misalnya di media nasional seperti KOMPAS dan Tempo.
Seseorang yang ingin menulis artikel di media massa harus paham bahwa media yang ia tuju adalah media yang dibaca oleh banyak orang. Artinya secara teoritis pembacanya adalah orang-orang yang beragam baik dari sisi usia, pekerjaan, sosial ekonomi, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Impilikasinya, ia harus bisa membuat artikel yang bisa mudah dimengerti oleh semua kalangan pembaca, termasuk didalamnya efek sosial politis yang mungkin timbul dari tulisannya tersebut.
Meskipun pada umumnya ditujukan untuk kalangan umum, setiap media memiliki kekhususan tertentu. Dalam bahasa bisnis disebut sebagai segmen pasar. Ada penerbitan yang isi artikel ditujukan hanya untuk konsumen bisnis seperti majalah ekonomi dan swasembada. Khusus dibidang komputer seperti CHIP, Elektro indonesia, Komputek. Majalah keluarga seperti Femina dan Bunda. Majalah keisalaman seperti Sabili, Tarbawi, Elfata, Hidayatullah dsb. Media massa umum seperti Jawa Pos, KOMPAS, Suara pembaruan, Republika, Suara Karya, Surabaya Post dan sejenisnya tetap memiliki segmen yang berbeda. Semua tergantung kebijakan redaksi masing-masing.
Oleh karena itu, mengenali karakteristik media yang dituju menjadi sesuatu hal yang sangat mutlak bagi penulis artikel. Seorang penulis artikel harus memahami "selera" dan "Misi" setiap penerbitan masing-masing. Menulis artikel di Jawa Pos memerlukan pendekatan yang berbeda ketika kita menulis artikel di media lokal. Karena ke-2nya memiliki ciri khas masing-masing.
AKTUAL
Apa sebenarnya yang ingin dijual oleh media massa ? INFORMASI. Tepat sekali. Karena itu salah satu kehebatan sebuah media biasanya diukur lewat pertanyaan "seberapa aktual informasi yang disajikan?". Nah, penulis artikelpun harus mengikuti jalur ini.
Untuk bisa mengetahui aktualitas berita, penulis artikel dituntut untuk gemar membaca dan membaca. Karena itu, sebelum memutuskan untuk menjadi penulis syarat mutlak yang juga perlu dijawab adalah "seberapa besar minat kita untuk membaca?" Lupakan saja menjadi penulis artikel yang baik jika memang tidak suka membaca.
Aktualitas artikel bisa diperoleh dengan mengamati fenomena-fenomena yang saat ini sedang terjadi. Misalnya, ketika terjadi bom bali II silam insting menulis saya langsung bilang "Berarti sistem pertahanan kita lemah". Berangkat dari situ dan didukung sejumlah referensi saya akhirnya bisa menulis artikel dengan judul "Teknologi Pencegahan Terorisme" yang kemudian dimuat di media Suara Karya. Atau ketika ramai-ramainya protes warga korban SUTET PLN di jakarta kemarin saya juga sempat membuat tulisan "Berbahayakah Radiasi SUTET" yang keesokan harinya langsung dimuat di Radar Surabaya. Sebenarnya secara subtansial isi artikel yang saya tulis diatas tidak terlalu mendalam (bahkan untuk ukuran intelektual sangat dangkal), tetapi karena media mengingikan sesuatu yang aktual, fresh dan baru maka yang demikian pun bisa dimuat. Logikanya mungkin begini "Jelek-jelek dikit gak apalah yang penting aktual, ketimbang artikelnya bagus tapi basi !!!".
Nah,jika kita mau jeli, ada banyak kejadian dimasyarakat yang bisa kita analisa. Misalnya lagi tentang berita masuknya majalah Playboy, Impor beras, CPNS atau tentang bencana alam yang hingga hari ini masih terus terjadi. Sekali lagi, kuncinya hanya satu : Banyak-banyaklah membaca.
DARI MEDIA KECIL
Jika kita seorang penulis pemula, jangan memaksakan diri untuk menulis artikel di media cetak besar. Lebih baik jika memulai mengirim artikel pada media lokal sembari mulai mengenalkan diri kepada redaksi. Syukur jika bisa secara rutin bisa menulis dimedia yang bersangkutan. Pada umumnya, redaksi media cetak lokal justru memiliki banyak waktu untuk menyeleksi dan memberi komentar terhadap artikel yang masuk.
Ada baiknya juga jika kita menjadi penulis dengan spesialiasi khusus. Bukan berarti menulis sembarang tema tidak boleh, tetapi biasanya redaksi akan memberikan peluang lebih bagi artikel yang ditulis sesuai dengan kompetensinya. Saya misalnya, sejak mulai merintis menulis selalu mengkhususkan diri dibidang Iptek dan pendidikan. Pernah sekali dua kali menulis dibidang sosial, tetapi tidak pernah dimuat.
Penulis-penulis yang sudah punya namapun biasanya hanya akan menulis artikel sesuai dengan kompetensinya. Sebut saja, Yohannes Surya dan Terry Mat yang konsisten menulis tentang dunia ke-fisika-an. R Panca Dahana dengan tulisan seputar kebudayaan. Indra J Pillang biasanya menulis tentang pemilu. Taufik yang biasa menulis artikel tentang astronomi di KOMPAS. Anita Lie, Ki Supriyoko lewat tulisannya seputar pendidikan. Hermawan Kartajaya dengan kolom-kolom marketingnya. Juga ada Hernowo yang biasa menulis artikel tentang baca-tulis atau Tommy Su yang biasa membahas masalah akulturasi kebudayaan. Di Surabaya, ada Pak Alisyabana yang identik dengan tulisan-tulisan tentang problematika tata kota.
Akhirnya, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah soal etos kerja. Menulis artikel memerlukan sebuah ketekunan dan kadang-kadang membutuhkan riset kecil-kecilan untuk mendukung validitas data yang kita tulis. Displin untuk tetap menulis, meskipun artikel yang kita kirim belum juga dimuat.
Bahan dari:
Sumber : Milis Penulislepas (penulislepas@yahoogroups.com)
Bagaimana Menulis Biografi
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:39am.
Bahan diterjemahkan oleh Ary dari:
http://www.infoplease.com/homework/wsbiography.html
Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.
Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya sementara biografi yang panjang meliputi, tentunya, informasi-informasi penting namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.
Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Lewat biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu. Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis secara kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema-tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan pencapaian"). Walau begitu, beberapa yang lain berfokus pada topik-topik atau pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain:
• Pilih seseorang yang menarik perhatian Anda.
• Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut.
• Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu.
• Pikirkan, apa lagi yang perlu Anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin lebih banyak Anda tuliskan.
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan misalnya:
1. Apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik?
2. Dampak apa yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain?
3. Kata sifat apa yang mungkin akan sering Anda gunakan untuk menggambarkan orang ini?
4. Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut?
5. Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu?
6. Apakah ia mampu mengatasi rintangan tersebut? Apakah ia mengatasinya dengan mengambil resiko? Atau dengan keberuntungan?
7. Apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup? Bagaimana bisa dan mengapa?
8. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari perpustakaan atau internet untuk membantu Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas serta supaya cerita Anda lebih menarik.
Bahan diterjemahkan oleh Ary dari:
Situs : http://www.infoplease.com/homework/wsbiography.html
Bagaimana Menulis dengan Efektif
Submitted by team e-penulis on Sen, 16/02/2009 - 11:17am.
Banyak orang berasumsi bahwa hanya dengan mengambil pulpen, penulis sejati mampu mengalirkan kata-kata dari awal sampai akhir. Seorang penulis sejati mengerti bahwa ada proses di dalam menulis. Jika Anda memerhatikan enam prinsip dalam menulis di bawah ini, maka Anda akan dapat menulis dengan mudah.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses mengumpulkan ide dan memikirkan fokus dari tulisan Anda. "Tulis yang Anda tahu" adalah ungkapan yang diakui secara luas dalam dunia penulis karena hal itu adalah kebenaran mutlak! Seorang pembaca tahu apakah Anda mengerti apa yang Anda katakan atau Anda hanya menuliskan daftar fakta-fakta yang Anda ambil dari referensi Anda. Titik beratkan talenta Anda untuk menjadi seorang ahli atau penguasa di bidang studi pilihan Anda. Titik beratkan gagasan Anda pada topik yang telah Anda pilih. Tujuan Anda adalah menulis dan pembaca yang akan membaca tulisan Anda.
2. Pembentukan
Setiap penulis memiliki proses berpikir yang berbeda, namun cara berpikir itu harus dituangkan dalam sebuah urutan logis yang dapat dimengerti pembaca. Urutan klimaktik (clicmatic order), mulai dari hal yang kurang penting dan dibangun sampai pada hal terpenting. Urutan kronologis (chronological order), mengalir seturut rangkaian waktu. Dan urutan spasial (spatial order), mengacu pada lokasi fisik. Tentukan peran yang akan Anda mainkan dalam tulisan Anda dan kemudian atur bahan-bahan Anda secara efektif, namun dengan gaya yang orisinil yang menyatakan minat dan bakat Anda kepada pembaca.
3. Penulisan Draf
Setelah Anda mengumpulkan ide-ide dan membentuk gaya penyajian, susunlah kalimat ke dalam bentuk paragraf. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain menulis sebuah kalimat yang sempurna; sebuah kalimat yang menyampaikan informasi kepada pembaca dalam bentuk pemikiran yang orisinal. Shakespeare adalah ahlinya dalam hal mengembangkan kata-kata yang masih kita pakai hingga saat ini. Tujuan dari penyusunan draf adalah melangkah maju. Jangan menatap sebuah halaman kosong, tulislah dengan bebas dan biarkan terus mengalir. Penyusunan draf tidak harus sempurna, itulah mengapa mereka menyebutnya dengan istilah draf awal. Jangan hiraukan ejaan dan tata bahasa pada draf-draf awal dan biarkan kata-kata mengalir.
4. Revisi
Kembalilah dan evaluasi draf Anda. Tulis ulang draf Anda dengan menambahkan, memotong, mengganti, dan memindahkan tulisan-tulisan pada draf agar lebih jelas. Untuk merevisi secara efektif, evaluasilah apa yang telah Anda tulis. Putuskan di mana Anda harus menambah informasi atau menyisipkan kata-kata. Temukan tulisan-tulisan yang tidak berguna dan menyimpang. Tetap fokus pada topik Anda! Ganti kata-kata lama dengan kata-kata baru, khususnya ketika Anda menemukan kata yang terus-menerus diulang. Pindahkan bahan-bahan Anda atau ubah urutan paragraf jika materi Anda tidak tersaji dalam urutan yang logis. Menulis adalah persoalan merevisi!
5. Menyunting
Menyunting adalah langkah kunci yang sering kali dilewatkan penulis. Para penulis cukup puas dengan langkah terakhir revisi, jadi mereka tidak meluangkan waktu ekstra untuk menyunting tulisan dan kebenaran teknis mekanisnya. Jika menyunting terlalu cepat, mungkin Anda akan melewatkan fakta bahwa pesan dalam tulisan tidak tersampaikan dengan efektif. Untuk benar-benar menyunting tulisan secara efektif, jauhilah tulisan Anda selama beberapa jam, lalu kembalilah lagi. Anda akan terkejut melihat betapa banyak kesalahan yang terlewatkan oleh mata Anda.
Penyuntingan memerhatikan: tata bahasa, ejaan, tanda hubung, tanda koma, tanda titik koma, tanda baca, huruf kapital, huruf miring, nomor, dan singkatan.
6. Baca Akhir
Langkah terakhir adalah membaca akhir tulisan Anda. Anda memastikan bahwa hasil akhir tulisan Anda akurat dan bersih. Langkah ini berbeda dengan penyuntingan karena langkah ini hanya fokus pada kesalahan ketik yang mata Anda lewatkan. Kebanyakan program pengolah kata memiliki "spell checker", namun periksalah lagi bahwa Anda telah menngunakan kata yang benar.
Memulainya dari bagian akhir tulisan daripada dari bagian awal tulisan akan menolong Anda untuk fokus, tidak dibingungkan oleh isi tulisan. (t/Adwin)
Diterjemahkan dari:
Situs : e-HOW
Judul asli artikel : How To Write Effectively
Penulis : KCout
Alamat URL : http://www.ehow.com/



Bagaimana Menyunting Tulisan Anda Sendiri (Swasunting)
Submitted by team e-penulis on Rab, 17/12/2008 - 11:48am.
Apabila draf tulisan Anda terlihat kaku dan kurang baik, hal itu bisa diperbaiki dengan suntingan yang baik. Karena menyewa seorang editor tidaklah selalu dimungkinkan, sering kali Anda mendapat "kesempatan" untuk menyuntingnya sendiri. Setiap kali Anda bergulat dengan ide-ide, frasa, dan kata-kata sifat untuk menaruh gambaran yang Anda maksud ke dalam pikiran pembaca, Anda akan menghargai bahwa menulis adalah hal yang sulit. Menyunting merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan -- suntingan yang baik biasanya memerlukan waktu yang lamanya hampir sama dengan penulisan draf tulisan itu sendiri. Meski demikian, hasilnya setimpal dengan upaya yang dilakukan saat menyunting.
Menyunting adalah proyek yang harus dilakukan berulang kali dan benar-benar membutuhkan kesabaran. Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus Anda lakukan dalam menyunting. Urutan langkah yang Anda ambil dalam menyunting akan memengaruhi gaya tulisan Anda; lakukan sedikit percobaan untuk mengetahui urutan langkah-langkah mana yang paling baik menyunting tulisan Anda. Anda akan menyadari bahwa Anda sebenarnya sedang menyunting ketika Anda secara positif sudah muak dan lelah membaca ulang tulisan Anda.
1. Sinonim
Belilah tesaurus terbaik yang bisa Anda temukan. Sebuah tesaurus akan membantu jika tesaurus itu memiliki bagian "kategori" yang memungkinkan Anda untuk membaca secara ide besar. Bacalah tulisan Anda dan carilah persamaan kata yang paling cocok/tepat untuk menggambarkan maksud Anda. Namun, Anda harus berhati-hati, ingatlah bahwa masing-masing pembaca memiliki tingkat pengetahuan yang tidak sama dan mungkin menghindari kata-kata yang terlalu rumit.
2. Simile dan Metafora
Pakailah simile dan metafora jika memungkinkan, namun usahakan tetap sesuai dengan konteks tulisan Anda. Terkadang, metafora yang terlalu luas (atau simile yang terlalu menyolok) dapat mengacaukan gagasan utama tulisan Anda. Jangan memadukan metafora dengan membandingkan sesuatu dengan cerek teh hanya untuk kemudian membandingkannya dengan sebuah mobil.
3. Cek Kamus
Baca tulisan Anda, jika Anda kurang begitu yakin dengan arti suatu kata, carilah arti kata tersebut di dalam kamus. Saya sendiri beberapa kali terkejut saat saya menggunakan satu kata berkali-kali hanya untuk membuat tulisan terlihat bagus dan kemudian menemui bahwa maknanya benar-benar berbeda dari yang saya maksud.
4. Bacalah Keras-keras
Anda tidak perlu membacanya keras-keras di depan orang lain. Mengherankan, bahkan saat Anda duduk di sofa sendirian dan membacanya, Anda bisa segera menemukan frasa dan kata-kata yang janggal yang sangat sering Anda gunakan.
5. Tindakan dan Kalimat Aktif
Tulisan Anda akan menjadi jelas bila Anda menyusun kalimat Anda dengan pola subjek-predikat-objek; tulislah sebuah tindakan daripada mendeskripsikan situasi. Gunakan komputer Anda untuk mencari kata-kata kerja yang diawali dengan "di" -- tulisan Anda akan lebih baik jika Anda menggunakan kalimat aktif.
6. Buatlah Kalimat Positif
Terkadang, kata "tidak" berguna untuk menekankan sesuatu. Namun sering kali, sebuah kalimat akan jauh lebih kuat jika kalimat itu adalah kalimat positif; gunakan komputer untuk mencari kata "tidak" dan tulis kembali kalimat tersebut dengan menggunakan deskripsi lain.
7. Hilangkan Tanda Koma
Tanda koma yang diikuti kata "tetapi" bukanlah masalah. Tanda koma untuk memisahkan daftar rincian sesuatu juga tak menjadi masalah. Tanda koma untuk menjelaskan kalimat dalam tanda kurung boleh dipakai. Namun, penggunaan tanda koma untuk hal lain membutuhkan kecermatan khusus -- apakah seharusnya memakai tanda titik koma, titik dua, tanda hubung, atau tanda kurung?
8. Tenggelamkan Kesokpintaran Anda.
Jika ada tulisan yang kesannya "sok pintar", Anda harus menyingkirkannya.
9. Susunlah Kembali Kata-kata dan Kalimat Anda
Usahakan kata-kata Anda tetap menjadi satu kesatuan yang utuh. Kata-kata penting terletak di akhir kalimat; kalimat utama terletak di akhir paragraf.
10. Kata-kata Memiliki Intonasi
Kadang membaca bisa menjadi aneh karena tekanan setiap suku katanya begitu "datar". Tandailah tulisan Anda dengan suku kata yang memiliki penekanan dan susunlah kembali kata-kata yang datar nadanya jika dibaca atau bagian-bagian yang memiliki terlalu banyak suku kata yang ditekan yang ada di tempat yang berdekatan.
11. Periksa Ejaan dan Tata Bahasa
Terakhir, gunakan pemeriksa ejaan (spell checker) yang ada di program Microsoft Word. Program ini dapat menemukan beberapa kesalahan dalam tulisan Anda. Meskipun begitu, gunakan hikmat Anda sendiri untuk tidak mengikuti beberapa aturan tata bahasa jika memang dirasa diperlukan. Percayalah pada pendengaran Anda. (t/Setyo)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Nama situs : Jeff Chapman's Web Site!
Judul asli artikel : How To Edit Your Own Writing (Self-Editing)
Penulis : Jeff Chapman
Alamat URL : http://home.earthlink.net/~jdc24/selfEdit.htm

Topik: Tips dan Trik Menulis
Bagian-bagian serta Beberapa Hal yang Perlu Diketahui dalam Menulis Feature
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:37am.
Penulis : Harianto GP
Berikut adalah bagian-bagian serta beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menulis feature
1. Judul.
Judul sebuah feature memiliki peran cukup besar dalam menarik minat pembaca membaca feature tersebut. Oleh karena itu judul hendaknya memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
1. Atraktif (menarik perhatian) namun tidak bombastis
2. Memuat inti terpenting dari tulisan
3. Komunikatif, mudah dipahami, jelas, ringkas, padat dan sederhana
4. Logis, dalam artian bersifat pasti dan dapat dipercaya.
2. Lead / Pembukaan.
Setelah judul, bagian selanjutnya yang juga berfungsi sebagai penarik minat pembaca adalah lead / pembukaan. Lead merupakan kunci, apakah tulisan kita akan dibaca atau dihiraukan pembaca. Selain itu, sebuah lead bagi penulis juga membantu dalam menulis isi feature selanjutnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat lead:
1. Lead harus ringkas dan tidak bertele-tele, selain juga singkat, tepat, enak dibaca dan menarik
2. Gaetlah pembaca sejak awal kata. Tentukan mana kata yang lebih mampu menyeret perhatian ke kata selanjutnya
3. Gunakan kata-kata aktif. Dalam artian, kata-kata itu harus dinamis, menunjukkan adanya gerakan dan tidak diam karena kalimatnya yang pasif. Kata kerja adalah contoh kalimat aktif, sama halnya dengan kata yang berawalan "me". Sedangkan kata yang berawalan "di" umumnya dipakai untuk menunjukkan kalimat pasif, karena itu sedapat mungkin harus dihindari. Kata sifat juga dapat digunakan untuk mempercantik dan memberi nafas dalam membuka sebuah feature.
4. Jangan sekali-kali membuka sebuah feature dengan kalimat seperti "Dalam rangka...", "Setelah itu...", "Pada suatu hari.." dan kalimat sejenisnya.
3. Body / Isi.
Body / isi feature dibuat sebagai langkah kelima, setelah topik, tema, lead, dan kerangka. Bagi seorang penulis pemula, kerangka / outline sangat penting sebagai semacam pedoman dalam menuliskan isi. Bahkan bisa dikatakan, saat Anda telah menyelesaikan sebuah outline, sama artinya dengan Anda menyelesaikan 50% tulisan. Semakin rinci outline yang Anda buat, makin mudah pula Anda menuangkan gagasan-gagasan dan data-data tersebut ke dalam tulisan.
Setelah outline selesai dibuat, aturlah semua gagasan dan data tadi ke dalam beberapa bab secara merata. Jika satu bab ternyata mempunyai data yang terlalu banyak sementara bab lain memiliki data yang terlalu sedikit, pangkaslah data yang berlebihan itu dan carilah data baru untuk bab yang masih kekurangan data tadi.
Beberapa syarat untuk membuat body yang baik:
1. Merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Judul, pembukaan, isi dan penutup harus merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, oleh karenanya hubungan antar alinea harus mengalir secara sistematis dan tidak dapat dipenggal-penggal.
2. Adanya penekanan. Masing-masing bagian, antara lead, bab dalam body dan penutup selayaknya mendapat perhatian sama. Semuanya memiliki intinya sendiri.
3. Adanya transisi. Transisi atau sepatah dua patah kata penghubung hendaknya selalu ada di antara lead dan isi, dan juga antara alinea satu dengan yang lainnya. Transisi berguna untuk memperlancar dan memudahkan pembaca menelusuri tulisan yang dibacanya. Kalimat-kalimat seperti: "Selain itu..", "Sementara itu..", "Lain halnya dengan..", "Sore harinya..", "Tidak jauh dari situ..", "Bung Anton berpendapat lain lagi.." adalah contoh transisi.
4. Fokus.
Fokus berguna dalam mendukung topik atau tema yang kita sampaikan agar tetap berjalan di jalur yang seharusnya. Pastikan agar fokus anda tidak melenceng, dalam artian tidak memuat informasi yang tidak berhubungan dengan tema atau sumber informasi yang tidak kompeten.
5. Penutupan.
Mengakhiri tulisan bisa mudah namun bisa juga tidak. Pada hakekatnya, penutup mempunyai peran penting dalam menentukan kesan akhir yang diperoleh pembaca. Oleh karena itu, seperti halnya lead, penutup juga harus dibuat semenarik mungkin. Ingatlah bahwa dalam penulisan feature, bagian pembuka / lead serta penutup adalah bagian yang mengembang atau berisi hal-hal yang penting.
Bahan disadur dari sumber:
Judul Buku : Teknik Penulisan Literatur
Penulis : Harianto GP
Penerbit : Penerbit Agiamedia Bandung, 2000
Halaman : 142 - 170
Beberapa Patokan dalam Menulis
Submitted by team e-penulis on Rab, 25/04/2007 - 2:30pm.
Oleh: H. Rosihan Anwar
Pada awalnya sudah kita katakan bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Dalam hubungan itu, marilah kita tetapkan beberapa patokan dalam menggunakan bahasa jurnalistik.
Pengarang Amerika Ernest Hemingway yang memenangkan Hadiah Pulitzer dan Hadiah Nobel di waktu mudanya menjadi wartawan surat kabar Kansas City Star. Di situ dia sambil bekerja diberi pelajaran tentang prinsip-prinsip penulisan berita. Pelajaran itu baik sekali dijadikan pedoman oleh wartawan Indonesia, apakah dia bekerja pada kantor berita, surat kabar, majalah, atau pada radio dan televisi. Prinsip yang diajarkan kepada Hemingway ialah sebagai berikut.
1. Gunakan kalimat-kalimat pendek.
Bahasa ialah alat bagi menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang disampaikannya kepada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka gagallah wartawan itu karena dia tidak komunikatif namanya. Salah satu cara, dia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga, dia harus menjelaskan terlebih dahulu apakah arti kata-kata tersebut. Dia harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Kalau maksud tercapai dengan memakai perkataan "ikut-sertanya", "keikutsertaan", maka baiklah diurungkan niat menuliskan perkataan yang lebih sulit, yaitu "partisipasi".
Maka prinsip yang dipegang ialah:
2. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang.
Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang beraneka ragam dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan. Bagaimanakah caranya supaya sedapat mungkin bertemu? Injo Beng Goat, pemimpin redaksi harian "KengPo" di Jakarta tahun 1950-an mempunyai semacam rumus. Dia berkata kalau dia hendak menulis tajuk rencana, maka yang dibayangkan di depan matanya ialah pembaca yang pukul rata berpendidikan sederhana, katakanlah tamat SMP. Dengan patokan demikian dia berusaha menulis sesederhana dan sejernih mungkin.
Maka prinsip yang dipegang ialah:
3. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya.
Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari kata pokok atau subjek (S), kata sebutan atau predikat (P), dan kata tujuan atau objek (O). Misalnya, kalimat "Si Amat (S) pergi ke pasar (P) membeli sebuah pena". Kalimat demikian sudah lengkap berdiri sendiri. Karena terpengaruh oleh jalan bahasa Belanda atau bahasa Inggris, ada orang Indonesia yang biasa pula menulis kalimat yang panjang, berbentuk "compound sentence", kalimat majemuk dengan induknya dan anaknya yang dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya, dia menulis, "Si Amat pergi ke pasar beli sebuah pena yang mana merupakan pemborosan tenaga oleh karena telah dikatakan kepadanya bahwa pena itu dapat juga dibeli di toko seberang rumahnya sehingga segala sesuatu lebih mudah jadinya". Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Sebaiknya, wartawan menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi "woolly" alias tidak terang.
Maka prinsip yang dipegang ialah:
4. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Bandingkanlah, misalnya, kalimat yang berbunyi, "Si Amat dipukul babak belur oleh si Polan" dengan kalimat yang berbunyi, "Si Polan memukul si Amat babak belur".
Tidakkah terasa kalimat yang kedua jauh lebih hidup bergaya? Kecuali tentunya jika fokus hendak dijuruskan pada si Amat yang membuat kalimat pertama dapat dipertanggungjawabkan, maka umumnya cara menulis dengan kalimat kedua, yaitu dalam bentuk aktif lebih disukai dalam dunia jurnalistik. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
Bagaimanapun juga, usahakanlah melaksanakan prinsip:
5. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif.
Wartawan muda sering kali suka terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah. Misalnya, dia menulis kalimat berikut, "Siapa nyana, siapa kira, siapa sangka hati Bobby hancur-luluh, runtuh-berderai karena gadis jelita elok rupawan si manis Yatie". Bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal demikian karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan kata-kata.
Maka prinsip yang harus diingat:
6. Gunakan bahasa padat dan kuat.
Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway, ia mengemukakan sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut, "Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga". Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan "tidak menghendaki"). Akan tetapi, dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis, "Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga". Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan "menolak" positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan "tidak menghendaki" yang mengandung perkataan "tidak" dan karena itu bersifat negatif. Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih? Hemingway menasihatkan supaya sedapat-dapatnya kita menulis dalam bentuk kalimat positif.
Maka prinsip yang dipegang ialah:
7. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif.
Demikianlah secara selayang pandang diberikan tadi suatu gambaranikhtisar atau "overview" tentang bahasa jurnalistik Indonesia.
Definisinya diberikan, sifat-sifat khasnya dicirikan, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Pendasarannya diunjukkan, yaitu harus berdasar bahasa baku.
Pokok-pokok aturan tata bahasa Indonesia tidak boleh diabaikannya.
Ejaan baru ditaatinya.
Dalam pertumbuhan kosa kata, dia mengikuti dan mencerminkan perkembangan masyarakat.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku : Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi
Judul artikel: Ikhtisar Bahasa Jurnalistik Indonesia
Penulis : H. Rosihan Anwar
Penerbit : Media Abadi, Yogyakarta 2005
Halaman : 15 -- 19
Cara Membuat Ringkasan
Submitted by team e-penulis on Rab, 05/09/2007 - 1:50pm.
Diringkas Oleh: Puji Arya Yanti
Bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah yang berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan terutama bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuat ringkasan. Berikut ini beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur.
1. Membaca Naskah Asli
Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan sudut pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi memunyai pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi.
2. Mencatat Gagasan Utama
Jika Anda sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengonkritkan semua hal itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat.
3. Mengadakan Reproduksi
Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar Anda tidak tergoda untuk menggunakan kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat.
4. Ketentuan Tambahan
Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.
1. Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
2. Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan sentral saja.
3. Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting.
4. Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
5. Anda harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan Anda. Jagalah juga agar tidak ada hal yang baru atau pikiran Anda sendiri yang dimasukkan dalam ringkasan.
6. Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan orang ketiga.
7. Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu, Anda harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah ringkasan yang dibuat sudah seperti yang diminta, silakan hitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yang harus ditulisnya. Perhitungan ini tidak dimaksudkan agar Anda menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tapi perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan. Jika Anda harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus Anda lakukan adalah sebagai berikut:
1. Panjang karangan asli (berupa kata) adalah: Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per baris = 250 x 35 X 9 kata = 78.750 kata.
2. Panjang ringkasan berupa jumlah kata adalah: 78.750 : 10 = 7.875 kata. Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan adalah: jika kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak antar baris dua spasi, tiap baris rata-rata sembilan kata, pada halaman kertas kuarto dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka: Jumlah kata per halaman adalah: 25x 9 kata = 225. Jumlah halaman yang diperlukan adalah: 7.875:225 = 35 halaman.
Diringkas dari:
Judul buku : Komposisi
Penulis : Gorys Keraf
Penerbit : Nusa Indah, Ende 1984
Halaman : 263 -- 269


Cara Mengenali Pembaca Anda
Submitted by team e-penulis on Rab, 18/06/2008 - 11:31am.
Ditulis oleh: Puji Arya Yanti
Mengenali pembaca ikut menentukan apakah nantinya tulisan Anda akan dibaca orang atau tidak. Setelah mengenali pembaca, penulis juga perlu menentukan isi, cara mengemas, dan cara menyampaikan pesan dalam tulisannya. Berikut ini langkah-langkah untuk mengenali pembaca sebelum Anda menulis.
1. Siapakah pembaca tulisan Anda?
Tentukan dan pilih siapa yang akan menjadi pembaca tulisan Anda. Hal ini sebaiknya Anda lakukan sebelum menulis karena akan memengaruhi hasil tulisan Anda. Apakah mereka anak-anak, orang dewasa, laki-laki atau perempuan, apa profesinya, dan setiap hal yang melatarbelakangi calon pembaca tulisan Anda. Pertimbangkanlah semua itu sebelum Anda menulis.
2. Apakah yang menjadi kesukaan pembaca.
Setelah menentukan target pembaca Anda, selidiki pula hal-hal yang disukai target pembaca Anda. Contohnya, anak-anak lebih menyukai cerita-cerita atau dongeng dibanding tulisan-tulisan ilmiah. Seorang perempuan lebih menyukai tulisan dalam bidang kecantikan dibanding laki-laki. Seorang petani lebih menyukai tulisan tentang tanaman dibanding seorang insinyur.
3. Tentukan bentuk tulisan yang akan Anda pakai.
Sajikan tulisan-tulisan Anda dalam bentuk yang sesuai. Berikut ini adalah beberapa bentuk tulisan.
1. Narasi
Tulisan dihadirkan sedemikian rupa, seolah-olah hidup dalam imanjinasi pembaca.
2. Deskripsi
Tulisan dihadirkan berupa penjelasan sehingga pembaca seolah-olah terlibat di dalamnya dan merasakan apa yang ditangkap oleh alat indranya.
3. Argumentasi
Tulisan bentuk ini dapat memancing pembaca mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Ketiga bentuk di atas tidak harus berdiri sendiri atau dapat dipadukan sehingga pembaca semakin mengerti maksud gagasan penulis yang disampaikan dalam tulisan.
4. Belajarlah dari tulisan yang ada sebelumnya.
Tentunya ada banyak tulisan bagus yang sesuai dengan target pembaca yang sudah pernah terbit di sekitar Anda. Belajarlah dari tulisan-tulisan tersebut agar pengetahuan dan keterampilan menulis Anda semakin bertambah. Ke depannya, Anda dapat menghasilkan tulisan yang disukai dan digemari pula oleh pembaca Anda.
Meskipun mengenali pembaca ini dilakukan agar tulisan kita dibaca sehingga kita dapat menulis sesuatu yang mereka sukai, namun sebagai penulis kita tetap harus bertanggung jawab dengan apa yang kita tulis. Kita harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan kebenaran. Tidak melulu hanya mengikuti sesuatu yang marak di pasaran.
Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis?
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:44am.
Penulis : Wilson Nadeak
Seorang dosen pernah mendatangi penulis sambil berkata, "Bagaimana caranya menulis untuk koran Anu?" sambil menyebutkan surat kabar nasional. "Saya ingin mengisi satu rubrik khusus."
Pertanyaan ini sangat sederhana, tetapi sulit untuk dijawab. Bagaimana mungkin seorang yang belum pernah menulis artikel satu pun ingin mengisi sebuah rubrik khusus, di surat kabar nasional pula? Barangkali dosen ini memiliki sejumlah ilmu yang tersimpan dalam benaknya, dan ingin menyalurkannya melalui sebuah media cetak. Angan-angan besar muncul dalam benaknya, ingin menjadi penulis terkemuka! Pekerjaan menulis sesungguhnya tidaklah sulit dan masih dibutuhkan di mana-mana, terutama di bidang kerohanian. Namun demikian, pekerjaan ini memakan waktu yang lama dan memerlukan ketekunan, serta keuletan. Latihan yang terus-menerus senantiasa diperlukan. Tidak seorang pun penulis yang terkemuka berhenti mencari cara yang baru untuk mengungkapkan ide atau gagasannya. Ia tidak akan pernah puas melihat hasil karyanya karena sudah diterbitkan. Ia tetap merasa bahwa ia harus menciptakan yang lebih baik daripada yang sudah dibuatnya.
Di manakah kita dapat memulai karier penulisan? Bagaimana caranya? Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh setiap penulis pemula.
1. Mempelajari misi majalah
Sejak permulaan terbit, sebuah majalah sudah direncanakan, baik isi maupun formatnya. Tidak ada majalah yang diterbitkan tanpa tujuan yang jelas. Seseorang yang hendak menerbitkan majalah harus memikirkan biaya untuk mencetak dan mengedarkannya. Ia harus memilih pengurus dan pelaksana yang akan merundingkan kelanjutan dan kelancaran majalah tersebut. Majalah yang diterbitkan lembaga keagamaan sudah tentu membawakan suara dan aspirasi agama itu. Mereka memerlukan tulisan yang sesuai dengan asas pendiriannya. Majalah yang demikian memiliki corak yang jelas sehingga tujuan misi itu sendiri telah membatasi ruang lingkupnya.
Untuk mengetahui misi dan jenis artikel yang diharapkan, majalah tersebut perlu dipelajari dari nomor ke nomor berikutnya. Tidak cukup hanya memandang kulit depan atau membaca selintas judul artikel yang terdapat di dalamnya. Kita harus membaca beberapa terbitan majalah itu dulu, baru kita mendapat gambaran yang jelas ke mana arah yang ditempuhnya. Dengan mendalami tajuk rencananya, misi itu akan lebih jelas ditangkap.
Seandainya majalah tersebut memuat pelbagai ragam topik sehingga kelihatan memberikan gambaran yang bersifat umum, seandainya toh Anda masih ragu-ragu, kirimkanlah surat kepada redaksi majalah itu untuk menanyakan jenis atau bentuk artikel yang bagaimana yang diinginkan mereka.
Apabila Anda telah mengetahui "selera" redaksi majalah tersebut, cobalah menulis topik yang diinginkan mereka. Ini bukan berarti Anda harus membeo kepada kemauan redaksinya, melainkan mencoba mengetahui bidang apa yang dapat Anda lakukan dan sumbangan pikiran apa yang mungkin dapat Anda berikan untuk meningkatkan mutu majalah itu. Kalau Anda merasa belum mampu menulis apa yang diinginkan oleh majalah tersebut, belajarlah lebih banyak dengan mencari bahan dari perpustakaan, mengadakan wawancara, membaca surat kabar, dan sebagainya. Tuliskanlah apa yang patut ditulis dengan teknik penulisan yang cocok untuk itu. Jangan menunggu sampai Anda merasa sudah "siap" menjadi penulis yang sudah "jadi".
Jangan malu karena tulisan Anda ditolak. Setiap editor senantiasa mengharapkan ide-ide dan cara-cara penyajian yang baru, serta penulis baru dengan penyajian yang segar. Tanpa pemikiran yang demikian, majalah mereka akan mati dan hilang dari peredaran. Jadi, gunakanlah setiap kesempatan yang ada.
2. Menyiapkan tulisan dengan ide yang berbeda-beda
Ada penulis yang mengirimkan karangannya ke majalah. Lalu ia menanti dan menanti kapan tulisan itu terbit. Ia merasa bahwa idenya begitu bagus, mustahil ditolak. Beberapa waktu kemudian, tukang pos menyampaikan kiriman yang agak tebal. Secara naluri, ia menebak bahwa tulisannya dikembalikan. Benar, tulisannya ditolak! Ia merasa amat kecewa karena usahanya menjadi sia-sia. Tulisannya ditolak 100%! Ia tidak memiliki cadangan dan pilihan yang lain. Hatinya amat kecewa. Untuk mencegah peristiwa seperti ini, Anda perlu memikirkan banyak ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Anda mengirimkannya ke pelbagai majalah, jangan hanya ke sebuah majalah saja, sehingga harapan Anda tidak hanya kepada satu kesempatan dan tempat saja. Ingat, setiap majalah memiliki misi dan aturan penulisan sendiri. Buatlah kesempatan yang banyak bagi Anda sendiri. Kalau Anda mempunyai banyak ide dan menawarkannya kepada banyak redaksi, pastilah terbuka kemungkinan untuk mengobati rasa kecewa. Artikel Anda mungkin tidak cocok untuk mereka. Perbaiki kembali artikel itu dan kemudian kirimkan ke majalah lain, majalah yang cocok dengan isi dan cara penyajiannya. Dan jangan sekali-kali berprasangka bahwa redaksinya menolak tulisan Anda karena tidak mengenal Anda atau karena Anda penulis baru yang belum terkenal.
Kirimkanlah tulisan Anda kepada salah seorang dari antara anggota redaksi agar Anda dapat menghubunginya pada kesempatan lain atau menanyakan perkembangannya. Yang terpenting, Anda dapat membina hubungan yang baik dengan mereka sekalipun Anda toh tahu bahwa tulisan Anda seharusnya dimuat karena bobot tulisan itu sendiri. Suatu hal yang perlu dihindari ialah mengirimkan tulisan yang serupa kepada dua orang anggota redaksi majalah yang berbeda. Kalau kedua artikel itu dimuat pada waktu yang hampir bersamaan, mereka akan menuduh Anda "mata duitan" dan akan meragukan tulisan Anda yang berikutnya. Jika tulisan itu dimuat dalam jarak waktu yang lama, yang memuat kemudian akan merasa menghidangkan tulisan kelas dua setelah belakangan mengetahui bahwa tulisan itu pernah dimuat di majalah lain. Kemudian persoalannya menjadi lebih ruwet dan berbelit-belit karena hal itu menyangkut hak cipta dan penerbitannya. Biasanya yang disalahkan ialah penerbit majalah yang belakangan memuat artikel Anda itu. Padahal tidak satu pun, dari majalah itu yang bersalah, kecuali Anda! Anda mungkin merasa bimbang, tidak sabar, atau ingin cepat-cepat terkenal dan mendapat imbalan yang lebih besar.
Kalau ada tulisan bagus yang Anda rasa pasti dimuat, pertama-tama kirimkanlah kepada majalah yang menurut Anda paling tepat, atau paling Anda senangi. Jangan terlalu banyak berharap kepada kawan- kawan yang lebih senior atau kepada agen tulisan yang membantu pelbagai penerbitan (jika ada). Selaku pemula, bekerjalah dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga.
Memang benar, lebih banyak ide, lebih beragam tulisan, dan lebih banyak kesempatan diterbitkan. Jadi, usahakanlah adanya variasi!
3. Tempat menulis
Sang dosen yang kita sebutkan di atas sebaiknya memfokuskan dirinya ke majalah lokal sebelum berambisi menulis di surat kabar atau majalah yang jangkauannya nasional. Mengapa? Ada beberapa keuntungan apabila kita menulis di majalah lokal atau regional.
• Saingan tidak sebanyak di majalah nasional. Biasanya seleksi yang ketat diadakan di majalah nasional karena penulis-penulis profesional dan kawakan sudah berkumpul di sana. Peluang masuk bagi pemula sangat tipis.
• Editor majalah lokal lebih banyak waktu untuk memperhatikan tulisan, dan jika Anda beruntung, catatan atau evaluasi yang dibuatnya dapat menjadi pembanding bagi Anda. Ia akan menunjukkan kelemahan dalam tulisan Anda dan Anda mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
• Anda akan merasa gembira melihat hasil karya Anda dimuat dan dibaca orang.
• Anda memperoleh kesempatan untuk melatih diri sebelum terjun ke forum yang lebih besar dan luas.
• Honorarium yang Anda terima sekalipun jumlahnya tidak begitu besar akan menjadi pendorong yang tidak ternilai harganya dan merangsang gairah Anda untuk terus menulis dan bukannya menerima kembali naskah Anda secara beruntun dari majalah atau surat kabar yang mempunyai peredaran luas dan nasional tersebut.
• Anda dapat bergaul dengan kelompok penulis setempat dan memperoleh kesempatan yang besar untuk mengembangkan pengetahuan Anda. Jauh lebih baik berguru kepada orang yang pernah menulis daripada mengikuti kursus mengarang dari orang yang tidak pernah mengarang sama sekali! Pengalaman tetap merupakan guru yang terbaik di bidang tulis-menulis. Yang berhak mengajar orang menulis sebenarnya haruslah orang yang sudah biasa menulis. Ketrampilan seperti ini tidak dapat dipelajari dari buku teori belaka.
Penulis-penulis besar dan berpengaruh, pada mulanya menulis di majalah-majalah atau surat kabar lokal. Kesempatan seperti ini digunakan mereka untuk melatih diri sambil belajar dari penulis sebelum zaman mereka. Topik yang sederhana, tulisan yang sederhana telah mendorong mereka menulis topik yang besar dan tulisan yang lebih berbobot. Honorarium yang tidak seberapa mendapat tempat tersendiri di dalam hati mereka. Jumlah itu jauh lebih berarti bagi mereka ketimbang honorarium yang berlipat ganda yang kemudian secara berkala diterima mereka.
Kesempatan bergaul dengan editor lokal jauh lebih banyak dan bermanfaat. Anda dapat mengetahui secara tepat tulisan yang bagaimana yang dibutuhkan mereka pada waktu-waktu tertentu. Jika mereka sudah yakin kepada Anda, mereka pun tidak akan segan-segan meminta tulisan Anda. Dan Anda akan merasakan hal itu sebagai suatu penghormatan, suatu perasaan yang tidak akan ditemukan dari majalah atau surat kabar yang berskala nasional!
Suasana akrab seperti itu diperlukan dalam pengembangan bakat dan pengukuhan stamina.
Tak seorang pun di dunia ini yang menjadi besar sejak lahir. Mereka menempuh masa kanak-kanak, masa belajar, masa gagal, dan masa kecewa, dan karena mereka dapat melintasi suasana dan rintangan seperti itu, mereka pun menjadi "orang besar" yang tangguh!
Bahan diedit dari sumber:
Judul Buku : Bagaimana Menjadi Penulis Artikel Kristiani yang Sukses
Judul Artikel : Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis
Penulis : Wilson Nadeak
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1989
Halaman : 26 - 32
Format Media
Submitted by team e-penulis on Kam, 10/05/2007 - 8:41am.
Penulis : Ashadi Siregar dan Rondang Pasaribu
Media dapat diterbitkan dalam beberapa format, seperti "newsletter", majalah, tabloid, atau surat kabar. Setiap format memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal efektivitas penyampaian informasi. Hal pertama yang dipertimbangkan dalam memilih format media sudah tentu jawaban atas pertanyaan format apa yang paling cocok bagi pembaca, sesuai karakter pembaca itu sendiri. Pertimbangan kedua yang perlu diperhatikan dalam memilih format media adalah karakter fisik setiap format, karakter isi, periodisitas, kemudahan proses produksi, biaya, dan citra yang dikehendaki. Untuk membantu pemahaman yang lebih baik, uraian berikut akan menjelaskan lebih rinci karakter setiap format.
"Newsletter"
1. "Newsletter" umumnya menggunakan kertas HVS (atau kertas berkualitas lebih baik). Ukuran kertas yang digunakan biasanya A4 atau sedikit lebih kecil. Jumlah halaman berkisar antara 4 dan 12 halaman atau lebih. "Newsletter" bisa dijilid, bisa pula tidak dijilid. "Newsletter" lebih mudah dan lebih cepat diproduksi. Biasanya produksi juga lebih rendah.
2. Tulisan yang dimuat pada "newsletter" biasanya lebih pendek. Kalimat yang digunakan lebih ringkas dan langsung ke pokok masalah.
3. Sampul depan "newsletter", selain menampilkan nama media, tanggal terbit dan nomor edisi, juga memuat daftar isi dan sebuah tulisan lengkap. Kebanyakan "newsletter" tidak memuat foto. Halaman "newsletter" biasanya dibagi atas 2 -- 3 kolom.
4. Ditilik dari segi kemudahan proses produksi, format "newsletter" yang biasanya tak banyak memuat foto dan hanya menggunakan dua warna, lebih mudah dikerjakan ketimbang format majalah, tabloid, atau surat kabar.
Majalah
1. Selain menggunakan kertas koran untuk halaman dalam, majalah juga menggunakan kertas HVS atau kertas jenis lain yang lebih baik kualitasnya. Kertas yang digunakan berukuran A4 atau sedikit lebih besar. Namun, ada pula majalah yang menggunakan ukuran lebih kecil, seperti "Intisari" atau "Reader`s Digest".
2. Sampul majalah banyak menggunakan kertas yang lebih tebal dan berkualitas lebih baik ketimbang halaman dalamnya. Dengan demikian, kualitas cetak sampul bisa diupayakan lebih baik, agar tampak lebih menarik.
3. Tampilan majalah tampak lebih serius dan dijilid dengan baik sehingga cocok untuk didokumentasi. Untuk media korporasi/organisasi, jumlah halaman sekitar 16 -- 24 halaman, atau lebih. Majalah bisa memuat tulisan yang lebih banyak dan lebih panjang. Halaman majalah biasanya dibagi atas 2 -- 4 kolom.
Tabloid
1. Tabloid kebanyakan menggunakan kertas koran. Ukuran kertas yang digunakan sekitar setengah kali ukuran kertas koran. Sampul tabloid umumnya juga menggunakan jenis kertas yang sama dengan jenis kertas yang digunakan pada halaman dalam.
2. Tampilan tabloid tampak lebih populer. Bisa dicetak dua warna atau lebih. Penataan perwajahan tabloid merupakan paduan antara desain yang ditetapkan pada majalah dan surat kabar. Halaman tabloid biasanya dibagi atas 3 -- 5 kolom.
3. Tabloid umumnya tidak dijilid. Jadi, suatu edisi bisa dibaca bersama-sama oleh beberapa orang, masing-masing satu lembar terpisah. Untuk media korporasi/organisasi, jumlah halaman tabloid yang biasa digunakan sekitar 8 -- 16 halaman.
Surat kabar
1. Mempersiapkan format surat kabar sedikit lebih sukar ketimbang format lainnya. Satu halaman surat kabar biasanya memuat sejumlah item tulisan. Oleh sebab itu, perlu ditata secara baik agar tampak menarik dan mudah dibaca.
2. Surat kabar tidak dijilid. Jadi, dapat dibaca bersama-sama oleh sejumlah orang, masing-masing membaca lembar yang berbeda, asal tulisan yang bersambung tidak terdapat pada lembar yang berbeda. Di Indonesia, ukuran kertas yang digunakan adalah sekitar 42 cm x 58 cm. Jenis kertas yang digunakan adalah kertas koran.
3. Halaman surat kabar biasanya dibagi atas sejumlah kolom, biasanya 7 -- 9 kolom. Pola desain halaman surat kabar belakangan ini banyak menggunakan pola modular (pola yang memungkinkan halaman dibagi atas sejumlah bidang persegi empat, bisa membujur dari atas ke bawah, bisa melintang dari kiri ke kanan).
4. Karena menggunakan kertas koran, kualitas cetak surat kabar tidak sebaik kualitas cetak majalah yang menggunakan kertas HVS atau sejenis. Karena itu, belasan tahun lalu warna jarang digunakan untuk surat kabar. Meskipun demikian, berkat perkembangan teknologi, penggunaan warna pada tampilan surat kabar sudah semakin populer akhir-akhir ini.
Bahan diringkas dan diedit dari sumber:
Judul buku: Bagaimana Mengelola Media Korporasi-Organisasi
Penerbit : Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2000
Ikat Gagasan Anda dan Wujudkan Dalam Tulisan
Submitted by team e-penulis on Sen, 23/07/2007 - 3:26pm.
Dirangkum oleh: Kristina Dwi Lestari
Gagasan muncul ibarat petir yang melesat dengan cepat. Gagasan adalah sebuah interaksi tentang apa yang berhasil ditangkap oleh pikiran. Jika berhasil menangkap gagasan tersebut, Anda pasti berusaha menuangkannya dalam bentuk penggunaan bahasa, baik secara tulisan, maupun lisan.
Jika Anda berusaha mewujudkan gagasan lewat tulisan, segeralah mengambil langkah untuk menuliskan apa saja yang ada di otak Anda. Ikatlah gagasan Anda ke dalam sebuah tulisan. Berikut beberapa kiat untuk mengenali sumber gagasan, termasuk langkah apa yang dapat dilakukan dalam mewujudkan gagasan tersebut dengan menggunakan bahasa tulis.
1. Kenali datangnya gagasan Anda.

Ide atau gagasan yang tersusun dalam pikiran kita dapat muncul di mana saja dan dipicu oleh apa saja yang ada di sekitar kita. Ide itu bisa muncul dari kehidupan Anda, saat sedang membaca buku atau koran di pagi hari, bahkan bisa juga saat Anda sedang melihat pertandingan olahraga. Pendek kata, ide atau gagasan ada di mana-mana dan berlangsung secara spontan, sangat cepat, atau kadang tidak terduga datangnya. Jika mendapati hal tersebut, segeralah Anda "mengikat" semua itu. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah suasana hati yang kondusif dan mengamati situasi sekitar. Bagaimana cara mengikat gagasan tersebut? Segeralah Anda menulis, langsung di depan komputer atau langsung menulisnya di atas secarik kertas.

2. Galilah terus apa yang ada di sekeliling Anda.

Beberapa orang mungkin mengembangkan idenya dengan melakukan observasi dengan cara bepergian, bertemu dengan beberapa orang, melakukan wawancara, dan sedikit investigasi. Pada saat Anda melakukan wawancara, kembangkan imajinasi Anda dan kembangkan naluri "investigasi" Anda. Menggali ide dengan melakukan observasi diartikan dengan merekam apa yang Anda lihat dan rasakan. Dari perjalanan tersebut, mungkin Anda tidak hanya menemukan gagasan saja, tapi sekaligus juga pelajaran hidup yang lebih berharga.

3. Bacalah sumber bacaan yang menyenangkan diri Anda.

Ibarat bahan bakar, membaca merupakan sarana utama untuk lebih memotivasi diri dalam menulis. Bagi kebanyakan orang, kegiatan membaca merupakan salah satu sumber gagasan. Namun, bagaimana jika minat membaca kita kurang? Tentu kita perlu mulai membangkitkan minat dengan membaca dari hal yang sederhana terlebih dahulu, yaitu dengan menemukan bahan bacaan yang menyenangkan diri Anda. Dari bacaan yang kita senangi, tak jarang akhirnya akan muncul gagasan yang brilian. Bahan bacaan tidak selamanya dalam bentuk buku, sebuah koran di pagi hari atau majalah dan jenis bacaan lainnya juga bisa menjadi sumber inspirasi.

4. Jadikanlah membaca dan menulis sebagai kebiasaan terlebih dahulu.

Setelah kegiatan membaca menjadi sebuah ritme kebiasaan Anda, jadikanlah menulis sebagai sebuah kebiasaan pula. Smith (1988) mengemukakan bahwa kita menulis, setidaknya, karena dua alasan. Pertama, kita menulis untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun yang lebih penting, kita menulis untuk diri kita sendiri, untuk memperjelas dan merangsang pikiran kita, serta meluapkan semua gagasan yang ada di dalam pikiran kita.
Hal positif yang Elbow (1973) bagikan tentang gagasan adalah bahwa sulit untuk mengendalikan lebih dari satu gagasan dalam pikiran sekaligus. Tatkala kita menuliskan gagasan kita, hal-hal samar dan abstrak menjadi jelas dan konkret. Saat semua pikiran tumpah di atas kertas, kita bisa melihat hubungan di antara mereka dan bisa menciptakan pemikiran yang lebih baik. Dengan kata lain, menulis bisa membuat kita menjadi lebih cerdas.

5. Mulailah menulis dari mana saja.

Saat menangkap sebuah ide, Anda bisa langsung menuliskannya dari mana saja. Realitas kehidupan misalnya, merupakan penyedia ide yang bisa untuk Anda gali. Sebagai contoh, saat Anda menulis cerita fiksi tentang semua yang kita alami, kita lihat, kita rasakan dapat kita tumpahkan dalam tulisan kita. Mulailah menulis dari mana saja yang saat itu menjadi minat Anda. Terkadang, tidak ada salahnya menggunakan prinsip jurnalistik yang menggunakan prinsip 5W + 1H.
Sahabat Penulis, beberapa hal di atas kiranya dapat memberikan stimulus bagi Anda sehingga ketika menangkap sebuah gagasan, Anda tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Yakinlah bahwa gagasan itu sebenarnya sudah ada dalam diri Anda, mulai dari yang paling sederhana sampai ke yang luar biasa. Amatlah sayang jika tidak Anda wujudkan dalam bentuk tulisan. Selamat menyampaikan gagasan Anda dalam bentuk tulisan.
Dirangkum dari:
• Gong, Gola. 2005. "Menemukan Ide", dalam "Matabaca" Vol.4/No.1/September 2005. Hlm. 36 -- 37.
• Harefa, Andrias. 2002. "Agar Menulis Mengarang Bisa Gampang". Jakarta: Gramedia.
• Hernowo. 2005. "Mengikat Makna Sehari-hari". Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
• _______. "Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis", dalam http://pelitaku.sabda.org/node/144.

Judul Berita di Surat Kabar
Submitted by admin on Rab, 25/04/2007 - 2:06pm.
Oleh: Raka Sukma Kurnia
Ketika membaca surat kabar, umumnya mata kita akan tertuju pada judul beritanya terlebih dahulu. Tatkala judul beritanya menarik, barulah kita meneruskan membaca artikel tersebut.
Memang harus diakui bahwa judul berita berperan penting untuk menggiring pembaca agar menelusuri isi berita yang disampaikan. Namun, kalau kita perhatikan, judul-judul dalam surat kabar itu bukanlah judul-judul yang baik. Coba saja simak judul-judul berita berikut yang diambil dari hari Rabu, 21 Februari 2007, dari tiga surat kabar berbeda.
1. Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi ("Kompas", halaman 1)
2. Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara ("Kompas", halaman 2)
3. Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril! ("Solopos", halaman 1)
4. Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool ("Solopos", halaman 1)
5. Presiden Harus Tertibkan Menterinya ("Seputar Indonesia", halaman 1)
6. Il Divo Bius Penggemar Jakarta ("Seputar Indonesia", halaman 16)
Kalau melihat dari aspek kebakuan secara morfologis, judul-judul berita di atas bukanlah judul-judul yang baik. Mari kita lihat lebih mendalam.
Pada contoh (a), kata "tak" merupakan bentuk singkat dari "tidak". Lalu, meskipun kata "tuding" pada prinsipnya merupakan jenis verba atau kata kerja, tidaklah jelas apakah Yusril "menuding" (Ketua KPK) atau malah "dituding" (Ketua KPK). Bagi yang mengikuti berita ini dari siaran televisi, tentu dapat menjawabnya. Namun, andaikan kita tidak memiliki skemata (pengetahuan latar) tertentu mengenai kasus tersebut, judul tersebut tentu membingungkan.
Dengan melakukan pendekatan yang sama, kita bisa menilai bahwa contoh-contoh lainnya pun bukanlah judul yang baik. Pada contoh (c), misalnya, kata "menyerukan" atau "meminta", justru digantikan dengan tanda titik dua (:). Selain itu, penggunaan kata dasar "tindak" pada prinsipnya juga kurang tepat, seharusnya "menindak".
Kasus yang berbeda justru kita temukan di harian "Solopos" pada contoh (d). "Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool" menjadi salah satu berita yang menghias halaman muka "Solopos" Rabu, 21 Februari 2007. Tidak seperti judul pada umumnya, huruf awal masing-masing kata tidak diawali dengan huruf kapital. Kalaupun hendak diposisikan sebagai kalimat, faktanya tidak ada tanda baca yang mengakhiri. Ada pula kata "perkuat" dan "ladeni", yang tidak diawali oleh huruf kapital. Padahal kedua kata tersebut tidak termasuk kata depan, juga bukan konjungsi.
Keenam judul berita itu sebaiknya ditulis sebagai berikut.
1. Yusril Tidak Menuding Ketua KPK Melakukan Korupsi
2. Kegagalan Pemerintah Mengancam Keamanan Negara
3. Ketua DPR Meminta Pihak Berwajib untuk Menindak Tegas Yusril
4. Messi dan Eto`o Memperkuat Barca Guna Meladeni Liverpool
5. Presiden Harus Menertibkan Menterinya
6. Il Divo Membius Para Penggemarnya di Jakarta
Meski demikian, faktanya model penulisan judul yang melesapkan (menghilangkan) prefiks maupun unsur kata lain tampaknya justru menjadi ciri khas tersendiri dalam penulisan judul surat kabar. Padahal, sebagaimana dikemukakan wartawan senior, H. Rosihan Anwar, bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku.
Setidaknya, ada beberapa alasan mengapa judul-judul yang disajikan justru menyalahi kaidah.
a. Penekanan aspek komunikatif
Penulisan judul berita tampaknya dibuat sedemikian rupa agar pembaca langsung dapat menangkap isi berita. Hal ini sangat bermanfaat bagi para penikmat berita yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk membaca.
b. Menghadirkan rasa ingin tahu pembaca.
Pelesapan unsur-unsur tertentu, terutama berupa kata, tak pelak lagi merupakan suatu cara untuk memikat pembaca. Seperti pada contoh (b), "Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara". Pembaca tentu dapat bertanya, kegagalan dalam hal apa yang mengancam keamanan negara? Untuk mengetahuinya, tentu saja ia harus membaca berita selengkapnya.
c. Kebijakan pihak surat kabar.
Dalam kasus penulisan judul di "Solopos", pihak "Solopos" tampaknya menjadikan model penulisan judul yang sedikit menyerupai kalimat itu sebagai ciri khas mereka. Hal ini mungkin patut disayangkan karena jelas melanggar kaidah penulisan judul, bahwa setiap huruf pertama kata-kata yang menjadi judul karangan -- termasuk judul berita pada surat kabar -- harus ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata depan, partikel, dan konjungsi.
d. Peralihan media
Tidak jarang peralihan media penyampaian informasi menghadirkan nuansa bahasa yang berbeda. Selain berkenaan juga dengan tujuan penulisan judul tersebut, hal ini mungkin lebih tepat lagi bila ditujukan pada penyajian isi berita. Karena tidak jarang kita menemukan paragraf yang hanya terdiri dari satu kalimat.
Bagaimanapun juga, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang masih terus berkembang. Dan bahasa jurnalistik merupakan salah satu bentuk ragam bahasa yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang berlaku kadang juga berbeda dengan kaidah dalam penulisan ilmiah, yang sangat menjunjung kebakuan. Tidak heran bila di samping kaidah bahasa Indonesia yang baku, kita akan menemukan kaidah lain yang hanya baku bagi ragam bahasa jurnalistik. Alasannya, pertimbangan keberagaman pembaca, penekanan aspek komunikatif, di mana berita dapat disampaikan setepat-tepatnya, tampaknya menjadi hal paling penting. Mungkin itu pula sebabnya aspek tatabahasa, meskipun diperhatikan, bukan menjadi hal utama.
Sumber-sumber:
Anwar, Rosihan. 2004. "Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi". Yogyakarta: Media Abadi.
"Il Divo Bius Penggemar Jakarta", dalam "Seputar Indonesia", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 16.
"Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara", dalam "Kompas", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 2.
"Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril!" dalam "Solopos", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
Koesworo, F.X., J.B. Margantoro, dan Ronnie E. Viko. 1994. "Di Balik Tugas Kuli Tinta". Surakarta: Sebelas Maret University Press dan Yayasan Pustaka Nusatama.
"Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool", dalam "Solopos" Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
"Presiden Harus Tertibkan Menterinya", dalam "Seputar Indonesia", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
"Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi", dalam "Kompas", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.

Kalau Sumur Sudah Kering, Bagaimana?
Submitted by team e-penulis on Rab, 19/11/2008 - 8:56am.
Tampaknya mudah saja membayangkan -- apabila Anda sudah selesai mengikuti beberapa kursus jurnalistik atau sudah tamat dari sekolah jurnalistik -- lantas sekarang Anda sudah menjadi seorang jurnalis yang tangguh. Seperti seorang kawan yang pernah berkata, "Selalu kurindukan menjadi seorang penulis. Dan hari ini saya sudah menjadi penulis."
Saya sangsi jika tidak ada seorang jurnalis pun yang tidak tergoda pikiran seperti ini, suatu ketika dalam hidupnya. "Kawan saya benar-benar telah menjadi seorang wartawan. Saya tahu semua tentang dunia itu."
Kadang-kadang lambat atau kadang-kadang cepat, kesadaran akan timbul bahwa segala sesuatu itu tiba-tiba lenyap silih berganti dengan pendekatan baru terhadap sebuah kisah.
Apa yang telah terjadi? Umumnya penulis yang belum berpengalaman bersikap acuh tak acuh dalam memerkaya hidupnya sejak dia menyelesaikan pendidikan formalnya. Jelasnya, sumurnya telah menjadi kering. Ia tak berdaya menggunakan kata-kata, kehilangan ide dan cara, kehilangan cara-cara yang baru untuk mendramatisir cerita yang hendak dituturkannya.
Bagaimana Anda menghadapi masalah seperti ini? Di bawah ini ada beberapa saran.
Bacalah buku-buku. Buatlah jadwal untuk membaca buku apakah akan Anda selesaikan buku itu dalam satu bulan, seminggu, atau kapan pun. Yang jelas Anda harus membaca! Sekalipun banyak hal yang menuntut perhatian dari kita. Kita harus mengambil waktu untuk membaca. Tidak terbatas pada buku tertentu, buku apa saja untuk mencari ide-ide baru, cara-cara pendekatan yang baru, menambah perbendaharaan kata dan pokok-pokok pembahasan yang penting. Jangan malu-malu membaca buku, dan tentu saja Anda harus bijaksana, karena Anda tidak akan menemukan ide baru di dalam sampah.
Baca juga Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci banyak ditemukan cerita dan perumpamaan. Dari cara-cara yang digunakan dalam Kitab Suci itu, baik perbendaharaan kata dan ide, Anda akan dapat menjalin cerita yang tiada taranya.
Baca kamus. Benar, plot lemah. Oleh karena itu, petiklah kata-kata baru kira-kira lima sampai sepuluh buah tiap minggu. Pelajari apa yang dikandung kata-kata baru itu dan cobalah berusaha menggunakannya dalam kalimat dan tulisan. Anda akan melihat betapa berfaedah dan betapa ajaibnya perbaikan yang Anda peroleh dalam kemampuan menerangkan sesuatu dengan cara yang baru, bukan saja dengan menarik sekali, tetapi juga penerapannya lebih kena.
Bacalah terbitan berkala. Ketahuilah apa yang terjadi di dunia lain, jangan hanya apa yang ada di kebun Anda. Pelajari dengan saksama bagaimana penyajian ceritanya. Tidak ada salahnya apabila Anda juga menggunakan cara yang digunakannya, menerapkannya dengan situasi Anda.
Menentukan prioritas. Mana yang lebih penting -- menghabiskan waktu dengan santai ataukah menajamkan kemampuan menulis Anda? Permainan yang Anda sukai atau menggunakan waktu untuk itu dengan memerbaiki keterampilan Anda berkomunikasi? Memang diperlukan pengorbanan, tetapi usaha yang demikian sangat berharga.
Komunikasi, apa pun bentuknya, memang menyenangkan. Kalau Anda tidak merasakannya demikian, berarti Anda berada di tempat yang tidak tepat. Komunikasi itu membawa imbalan. Betapa senang rasanya, dan dengan apa gerangan dapat dibandingkan apabila kita sudah menyelesaikan sesuatu yang kita tahu memengaruhi pikiran sesama manusia?
Apa yang harus kita lakukan apabila sumur kita sudah mulai mengering? Apakah Anda bertekad menjadi seorang pemenang ataukah hanya sekadar "pengarang pencari nafkah saja"?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku : Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses
Judul artikel : Kalau Sumur Sudah Kering
Penulis : Wilson Nadeak
Penerbit : Sinar Baru Algesindo, Bandung 2001
Halaman : 60 -- 62

Kriteria Tulisan Bagus
Submitted by team e-penulis on Rab, 21/01/2009 - 3:41pm.
Apa itu Tulisan Bagus?
"Tulisan yang bagus itu isinya menggugah dan dapat memberi inspirasi positif kepada pembacanya."
Sebuah tulisan, baik dalam bentuk panjang maupun pendek, disebut bagus apabila memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Kriteria ini bisa sangat beragam karena dipengaruhi subjektivitas dan berbagai kepentingan serta tergantung pada zaman.
Kriteria Tulisan Bagus
Tiap-tiap orang memiliki seleranya sendiri-sendiri dalam menilai sebuah tulisan. Tetapi hendaknya kita berkiblat kepada pendapat orang yang dinilai berkompeten menelaah karya tulis sesuai dengan pendidikan dan reputasinya. Tulisan yang bagus juga seharusnya bebas dari "pesan sponsor" yang lazimnya adalah penguasa. Dan akhirnya nilai suatu tulisan pun ditentukan oleh budaya dan pola pikir masyarakat pada zamannya.
Normalnya, tulisan bagus memenuhi kriteria-kriteria standar sebagai berikut.
1. Mengungkapkan Hal-Hal Baru
Sebuah tulisan sudah tergolong bagus apabila ia mengungkapkan hal-hal baru. Contoh paling gampang dapat ditemukan dalam jurnal-jurnal ilmiah. Publikasi hipotesis yang menyatakan bahwa virus HIV penyebab penyakit AIDS oleh Dr. Robert Gallo langsung dianggap tulisan bagus karena jelas mengungkapkan hal baru.
2. Benar dan Lengkap
Mana mungkin berita atau cerita bohong bisa jadi tulisan bagus? Menghebohkan ya, bagus "enggaklah". Mengesampingkan fiksi atau kisah fantasi, jelas tulisan (faktual) bagus harus juga mengandung kebenaran dan lengkap. Tengoklah, berita atau artikel feature di surat kabar bereputasi baik selalu menjunjung nilai-nilai kejujuran dan berperspektif komprehensif; berbeda dengan tulisan di "koran kuning" yang hanya mementingkan sensasi.
3. Merupakan Pendapat/Ide Orisinal
Tulisan yang bagus biasanya sekaligus merupakan pendapat orisinal penulisnya. Kolom atau opini yang dimuat dalam media massa dianggap bagus apabila mencerminkan pendapat/solusi/saran orisinal penulisnya atas suatu kejadian atau masalah. Tulisan yang tidak berisi ide baru tak dapat dikatakan bagus, walaupun penyajiannya memikat.
4. Isinya Menggugah
Isi tulisan yang bagus bisa menggugah pembacanya berbuat positif, memerbaiki akhlak dan moral masyarakat, atau paling tidak, memberi inspirasi mencerahkan.
5. Temanya Istimewa
Tema yang tidak biasa dapat menyulap sebuah tulisan menjadi bernilai tinggi dan bagus. Ketika orang ramai menulis tentang pentingnya memberhentikan pengeluaran izin baru bagi penebangan hutan, anda dapat menulis soal kelangkaan bahan baku kayu yang mungkin dialami pabrik kayu lapis dan industri mebel kayu sebagai konsekuensinya. Hasil karya ini bisa dianggap tulisan bagus karena temanya berbeda dengan pandangan umum.
6. Mengandung Kejutan
Novel-novel detektif, suspense, atau thriller, mengandalkan ketegangan dan kejutan untuk menjadi karya terpoluler dan terbaik.
7. Menyangkut Peristiwa Besar
Analisis-analisis yang ditulis menyangkut suatu peristiwa besar berpotensi menjadi tulisan bagus. Pandangan baru atas, misalnya, Revolusi Perancis (1789) atau pendaratan Apollo II di bulan (1963) selalu menarik dan berpeluang menjadi karya bagus, biarpun mundur menentang waktu.
8. Mengenai Orang Ternama
Hillary Clinton menulis sepenggalan autobiografinya, "It Tooks a Village" dan laris, sebab ia pernah menjadi Ibu Negara Amerika Serikat. Semua orang ingin tahu tentang pengalamannya selama mendampingi Presiden Bill Clinton (1992 -- 2000). Kalau Suminah juga menulis riwayat hidupnya, hasilnya sulit menjadi tulisan yang bagus, sebab orang tak mengenal siapa Suminah.
9. Bahasanya Bagus
Karya Linus Suryadi Ag, "Pengakuan Pariyem", diakui bagus teristimewa karena ditulis dalam format prosa lirik dengan kata-kata yang indah dan mendalam. Biasanya karya yang dikategorikan bernilai sastra, apalagi puisi, selain temanya menyentuh, bahasanya juga luar biasa.
10. Penulisnya Top
Kalau enak atau tidaknya makanan bergantung kepada keahlian juru masak yang mengolahnya, bagus tidaknya karya tulis pun sering kali ditentukan oleh siapa penulisnya. Sekali seorang penulis menghasilkan karya bagus, maka karyanya selanjutnya cenderung dianggap bagus pula.
11. Terpublikasi Melalui Media Tepat
Tulisan bagus juga perlu dipublikasikan melalui media yang tepat dan dengan cara yang baik. Cerita pendek yang dimuat dalam Majalah Sastra Horizon, umpamanya, selalu ditafsirkan sebagai cerpen bagus. Dalam kata-kata lain, tulisan yang bagus sekali pun tidak akan tampak bagus apabila dipublikasikan melalui media yang "salah".
Semakin banyak suatu tulisan memenuhi kriteria-kriteria di atas, semakin bagus pula nilai tulisan itu. Jadi, untuk menghasilkan tulisan yang dapat dinilai bagus, Anda perlu berusaha merancang dan mengerjakannya mengikuti koridor batas-batas kriteria di atas.
Tulisan Anda memang tak dapat disaring lolos melalui semua kriteria tersebut, sebab nilai sebuah karya tulis pun memang perlu ditentukan terlebih dahulu kategorinya sebelum diuji mutunya menurut kriteria yang sesuai. Jika Anda menulis roman, contohnya, tentu tak perlu menyajikan data dan mungkin tidak selalu harus ada hubungannya dengan orang-orang tersohor.
Bagus tidaknya karya tulis dapat ditentukan pula oleh golongan pembacanya sendiri-sendiri. Maksudnya, suatu tulisan bisa dinilai bagus oleh kalangan pembaca tertentu, tetapi, sebaliknya, dianggap tidak bagus oleh kelompok pembaca lain. Karya Pramoedia Ananta Toer menjadi contoh yang tepat. Meskipun berbaur dengan alasan politik dan ideologi, karya P.A. Toer pada satu sisi dicemooh oleh golongan tertentu, tetapi pada sisi lain dipuji oleh golongan yang berbeda.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku : Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah
Penulis : Lie Charlie
Penerbit : Nexx Media, Inc., Surabaya 2006
Halaman : 1 -- 5
Topik: Tips dan Trik Menulis